Kolom Marx Mahin: PAWANG HUJAN

Perihal “pawang hujan” itu sesuatu yang lumrah, lazim atau biasa di negeri bekas jajahan ini. Bahkan dengan sangat baik di-bahasa-kan sebagai “kearifan lokal” atau “kebudayaan” kita. Karena urusan penting, saya pernah mampir di rumah seorang teman yang sedang mengadakan hajatan perkawinan anak perempuannya.

Ia seorang yang “well educated” lulusan universitas Luar Negeri.

Namun, secara tidak sengaja saya melihat di atap rumahnya tergeletak kain basahan dan celana dalam.

Yang tidak lazim itu adalah ketika sang pawang menampilkan diri sehingga membuat para bule [dan kita semua] terherman-herman. Konon menurut SOP-nya, pawang itu mestinya menyembunyikan diri. Tidak elok mempertontonkan diri di depan orang banyak. Karena di atas langit masih ada langit.

Permasalahannya, negeri ini perlu tontonan atau hiburan, agar rakyat yang sulit membeli minyak goreng ini lupa akan penderitaannya, agar orang-orang yang tanah-airnya di kelilingi jutaan pohon kelapa sawit tidak bertanya kenapa harga minyak goreng mahal.

Tidak cukup hanya mendengar petuah tentang makan rebus-rebusan dan rujak. Kita perlu THEATER yang memperlihatkan betapa HEBAT dan SAKTI-nya bangsa ini. Mampu mengatur hujan!

Theater yang penuh pesona, berdaya sihir tinggi, yang mampu membuat kita lupa akan semua penderitaan kita.

Karena itu, sang pawang mesti tampil atau ditampilkan. Hal itu berserasi dengan petuah Datuk Goffman (1956) bahwasanya panggung depan adalah tempat untuk manajemen kesan, penciteraan.

Sementara panggung belakang (back stage) adalah tempat persiapan agar pertunjukan di panggung depan sukses. Senyatanya pertunjukan itu sukses. IT WORKED !

Tetapi mari menengok ke bagian panggung belakang. Di sana terdapat TNI Angkatan Udara (TNI AU) dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), serta 2.200 kg atau 2,2 ton garam.

Menurut media, mereka menggelar penyemaian NaCl Powder (Garam) melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang ditaburkan di Wilayah Tenggara, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Bagi saya, 2.200 kg atau 2,2 ton garam, TNI AU dan BRIN (dan pesawat terbang tentu saja), merupakan elemen-elemen penting yang memungkinkan sang pawang sukses meyakinkan para penonton dan kita semua. Dan sejenak membius kita agar lupa dengan penderitaan kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.