Kolom Marx Mahin: PERANG

Lelita (lewat lima puluh tahun). Itu salah satu kesamaan antara dua laki-laki yang sedang menghadap kopi pagi hangat bertemankan gabin Samarinda Cap Roda Terbang. Mereka sama-sama dilahirkan di Handel Palinget tahun 1970. Kesamaan lain adalah mereka menghirup kopi kental manis dengan penuh penghayatan seolah esok hari akan berakhir. Tak hanya itu, dengan anggun, keping gabin Samarinda yang berbentuk segi empat dicelupkan ke kopi hitam, setelah sedikit melunak barulah dimasukkan ke mulut. Mereka penikmat “gaben baculup”.

Kesamaan yang signifikan adalah mereka berdua memiliki luka codet yang memanjang.

Seorang di pipi sebelah kiri, seorang lagi di pipi sebelah kanan. Luka yang parah dan penuh sejarah. Dua kampung, Palinget Ngaju dan Palinget Ngawa, nyaris saling berbunuhan gegara luka tersebut.

* * *

Ketika sedang sengit Perang Teluk pada tahun 1985 mereka berdua punya “undas” atau jagoan yang berbeda dan berlawanan. Masing-masing mengunggulkan pihak yang didukung dan menghina pihak lain.

Persaingan itu membawa mereka pada pada pertengkaran mulut, yang berujung pada saling lempar dengan sirap yang banyak menumpuk di belakang sekolah. Sirap atau bahan atap rumah terbuat dari kayu ulin yang berujung lancip dengan sisi pinggir yang tajam itu mendesing melayang.

Hingga akhirnya merobek pipi masing-masing. Darah tertumpah. Jeritan ngeri melengking nyaring.

Panasnya api Perang Teluk yang ribuan kilo meter jauhnya merembet ke Desa Handel Palinget. Orang-orang bergegas mengasah mandau, menyiapkan tombak pusaka untuk saling serang membela anak, keponakan dan saudara yang terluka.

Untunglah ada Tuan Guru Irsyad dan Damang Runjan, dengan penuh wibawa menengahi dua kelompok bersenjata dan gelap mata itu. Setelah duduk bersama untuk merunut masalah, akhirnya semua mahfum bahwa pertengkaran itu bermula dari satu kotak menyala yaitu TV dengan siaran Dunia Dalam Berita tentang perang Iran-Irak.

Akhirnya mereka dan keluarga mereka didamaikan dalam upacara adat. Untuk memutuskan dendam, mereka berdua melakukan upacara angkat saudara.

* * *

Mereka berdua penikmat kopi dan gaben baculup. Penduduk asli Handel Palinget. Saat membaca berita di medsos dan menonton televisi tentang perang Israel dan Palestina, komentar mereka pun sama, “Dia jadi behas akan itah” (tidak bisa mendatangkan beras untuk kita).

Mereka berdua telah belajar tentang perang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.