Kolom Muhammad Riza: ISLAM ADALAH JALAN HIDUP (Bukan Gaya Hidup)

Muhammad RizaBiasanya berdampak ibarat mengalami pubertas agama. Misal, waktu ngajinya masih Fathul Qorib, keluar dari kamar mandi jinjit-jinjit, sarung diangkat ke atas betis karena takut najis. Pas sudah khatam Fathul Jawad, baru sadar kalau semua itu lebay dan melampaui batas.

Kalau di pesantren, santri Kelas Wustho yang lagi semangat belajar Nahwu pasti sensi banget lihat kosakata Arab yang i’robnya salah. Santri ulya senyum-senyum saja.

“Maklum belum khatam alfiyah,” katanya.

Waktu ngaji Sulam Taufiq, dikit-dikit bilang murtad dan syirik. Tapi, setelah mempelajari syarah-nya, Isy’adur Rofiq jadi lebih arif dan gak asal kritik.

Mereka yang baru belajar baca al-Quran terjemah, baca ayat jihad yang terbayang perang dan darah. Coba selami tafsirnya, pasti paham bagaimana sulitnya menahan amarah demi tersebar Islam yang ramah.

Semakin bertambah ilmu, semakin ringan menyelesaikan persoalan. Ibarat balon yang diisi helium bisa terbang melayang. Beda sama yang ditiup dengan mulut, melembung tapi ngegelundung.

Ngaji itu tak kenal berhenti. Dari bayi sampai mati. Apakah biar menang debat? Bukan. Tapi, biar tahu kalau kita ini gak tahu apa-apa. Gus Mus bilang bahwa agama itu adalah jalan hidup, bukan gaya hidup. Tampilan yang agamis belum tentu paham agama. Lihat bagaimna sikapnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.