Kolom Muhammad Nurdin: PEMERATAAN DI TIMUR BUKAN CUMA JANJI

Proses pengerjaan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang (NTT) telah mencapai 100%. Bendungan ini akan menjawab keluh kesah masyarakat soal ketersediaan air bersih, perolehan panen, juga pengembangan peternakan.

Tantangan terbesar di Indonesia Timur selain jalan adalah air.

Saya pernah hidup di Kabupaten Lembata. Sebuah pulau mungil tak jauh dari Kupang. Jalanan menuju pedesaan rusak parah. Air bersih hanya ada di kota. Di pedesaan warga hanya mengandalkan air sumur.

Di Lembata, saya pernah mengembangkan penanaman jagung hibrida. Warga setempat masih sangat kuno dalam bercocok tanam. Bayangkan, mereka tanam jagung tanpa tali agar jalur tanam lurus.




Satu lubang tanam bisa 4 sampai 5 biji jagung. Tanam pun tanpa pupuk. Semua ini warisan dari leluhur mereka. Sehingga, tak ada perubahan yang signifikan dari hasil bercocoktanam.

Saya datang bukan sebagai tenaga ahli. Tapi bermodal kepedulian. Saya ajarkan mereka menanam jagung yang baik dan benar. Saya sediakan bibitnya. Mereka tinggal kerja sesuai dengan arahan.

Semua berjalan dengan baik. Ladang-ladang yang masih berupa hutan dibuka dengan alat seadanya. Fisik mereka luar biasa. Sayang tak dibarengi dengan ilmu dan wawasan. Saya juga menyayangkan pemerintah setempat yang jarang sekali memberikan pelatihan.

Saat panen tiba. Hasilnya luar biasa. Sampai-sampai kebingungan mencari pasarnya. Produksi pun meningkat. Ada sedikit perubahan dari hasil bercocoktanam.

Di tahun ke dua. Satu musibah datang. Hujan turun sedikit sekali. Saat hujan pertama turun. Warga beramai-ramai memutuskan, waktunya tanam tiba.

Sayangnya, saat tunas jagung baru setinggi mata kaki. Tiba-tiba panas melanda. Hujan tidak turun juga. Banyak petani yang resah. Sebab. Tunas yang baru tumbuh harus terus kena air. Jika tidak, bisa mati, atau tanaman akan kerdil.




Beginilah NTT. Terutama daerah-daerah yang hanya mengandalkan tadah hujan. Kepastian soal panen yang meski hanya sekali setahun pun tidak bisa diandalkan.

Sehingga, kebanyakan warga di tempat ini berharap dari perkebunan. Jambu mete, kopra, kemiri, atau sekedar kayu bakar yang mereka cari di hutan.

Masalah di NTT adalah air. Sungai-sungai di NTT tak seperti di Jawa. Kalau musim kemarau, ya kering. Air hanya ada di musim penghujan.

Pak Jokowi tahu bahwa potensi pertanian dan perkebunan di NTT sangat besar. Saya pun mengafirmasinya karena saya pernah di sana, dan pernah merasakan bagaimana menjadi petani di sana. Dan, jawaban dari semua itu hanya satu. Ya, bendungan.

Hanya bendungan yang mampu membuka semua potensi ekonomi di NTT. Warga NTT masih bergantung pada Makasar, Bima dan Surabaya untuk memenuhi kebutuhan dapurnya. Beras, cabai (keriting), bawang, juga aneka buah-buahan.

Saat saya tinggal di pedesaan, susah sekali mendapatkan cabai. Harus ke kota dulu. Dan harganya pun bikin masuk angin. Akhirnya, saya coba tanam sendiri. Awalnya pakai polibek. Saya ambil tanah dari hutan. Karena tanah dekat rumah lebih banyak pasirnya ketimbang tanah.




Saat sudah besar. Saya pindahkan ke pekarangan rumah. Tiap pagi dan sore harus terus disiram. Kadang, siang-siang pun harus disiram karena panasnya bikin panu dan kutu air lenyap.

Pikir saya, makan pakai sambel kok seribet ini. Butuh perjuangan ekstra untuk meraih kenikmatan saat makan. Belum lagi saya harus berhadapan sama kampret berkaki dua dan bertangan dua. Seenak udelnya metikin cabai saya.

Saat saya mendengar Jokowi akan membangun bendungan di beberapa tempat di NTT. Betapa bahagianya saya. Apalagi warga setempat.

Ini seibarat jomblo. Yang telah berkelana ke sana ke mari. Tak juga mendapatkan sang tambatan hati. Malah, seringkali. Dikhianati dan sakit hati. Tiba-tiba, ada seorang kembang desa, dengan paras bak bidadari. Meminangnya dengan ancaman, terima aku atau aku lebih baik mati.

Ya, seperti itulah warga Kupang yang tengah diliputi rasa bahagia dengan selesainya pengerjaan bendungan Raknamo. Mereka bisa panen 3 kali setahun. Mereka bisa menghidupi ternak-ternak mereka. Dan mereka bisa mandi dan minum sepuasnya. Bahkan, saat suhu di Kupang mencapai 40 derajat Celcius.

Tak heran. Sederet ungkapan syukur dan terima kasih dialamatkan untuk bapak presiden kita. Dan. Jokowi telah membuktikan bahwa upaya pemerataan ekonomi di Indonesia Timur benar-benar dipenuhi. Bukan janji yang enak diucap gagal diberi.

Ra(i)sa-ra(i)sanya begitulah.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.