Kolom Nisa Alwis: A VALUE

Dalam tradisi Penduduk Jawa, perempuan pakai kemben baik-baik saja, tidak dicerca. Sampai tahun 80an ketika saya kecil dulu, ibu-ibu di desa biasa berkain kemben saja saat menyapu halaman, mencuci baju di pemandian, menjemur pakaian, sambil bertegur sapa dengan siapapun senormalnya. Berkemben bahkan bernilai etis dan estetis, hingga dikenakan di perhelatan. Dengan hiasan ronce melati yang wangi, perempuan nampak cantik berseri berkemben basahan dalam prosesi adat siraman.

Dengan kain istimewa dan seni tata rias rupawan, perempuan juga nampak paripurna berkemben di pelaminan.

Itu dulu. Bagi sebagian orang, yang seperti itu mungkin kini sudah tabu dan dianggap memori kelabu. Merasa yang dijalani pada masa itu kurang dan salah, belum mendapat ilmu dan hidayah. Bagi sebagian lagi, masa itu sungguh kenangan indah. Ke mana perginya dan semua sekarang berubah.

Nilai budaya dan kearifan itu nyaris tersingkir habis. Dan hari ini, semua terasa dimaknai dan dihidupkan kembali. Hormat yang tinggi kepada keluarga Pak Jokowi. Diantara sekian rentetan prosesi pernikahan, sang mempelai antara lain mengenakan kemben dengan agung dan elegan.

Sudah pasti ada yang berpendapat ini tidak Islami, padahal keluarga Pak Presiden kan Islam. Ko nggak taat agama, ko nggak mencontohkan pakaian syar’i. Apakah nggak ngaji. Rambut perempuan aja wajib ditutupi, apalagi yang lainnya. Mau dibawa ke mana itu keluarga dibiarkan terbuka auratnya.

Yang sudah pakai jilbab malah lepas, berani total bersanggul, berkebaya, berhias. Tabarruj sekali. Kenapa nggak hijab dan gamis saja. Nggak takut siksa neraka. Kenapa para tamu campur baur ikhtilat, padahal yang syar’i itu laki-laki dan perempuan dipisah disekat. Hehee…

Sejak tiga dekade ini suatu indoktrinasi baru membuat kita jadi lupa diri, insecure dan ragu pada kultur sendiri. Padahal terjadi miskonsepsi, sehingga banyak hal serba terbatas dan ambigu dengan kenyataan hidup sehari-hari. Namun, makin banyak yang terikat kuat menjadi pegangan yang tak bisa diganggu gugat, seakan tak mungkin melepaskannya lagi. Bersikap longgar dianggap melanggar, bersikap makin militan dihujani pujian. Entah semua ini sampai kapan.

Ah, Mbak Erina yang ayu… Betapa beruntung dirimu. Segala budi pekerti yang engkau miliki telah mengantar nasibmu di posisi saat ini. Kamulah sosok perempuan muda yang modern dan ceria dengan aktualisasi diri sangat baik. Kamu ideal, dan memiliki kehendak bebas.

Saat foto Prewed kamu kenakan beragam pakaian daerah Nusantara, bahkan juga sporty look pakai kostum bola. Di acara midodareni engkau nampak jelita berkebaya. Di acara pengajian kamu berkerudung tipis, syahdu dan manis. Di acara nikah dan resepsi engkau menampilkan keanggunan perempuan yang indah menentramkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.