Kolom Nisa Alwis: ANAK BANGSA

Tampilan ibu dosen dan guru tiga dekade lalu. Luwes, bernafaskan etika dan estetika. Beragama berakhlak dengan humble, tak ditonjol-tonjolkan. Tak perlu juga membangun dinding pembeda antara “kami dan mereka”, sebagai umat manusia kita setara.

Murid-murid pun cerah ceria. Persis seperti ini jaman saya SD dahulu. Rileks, riang gembira, tak ada tekanan dan intimidasi simbol agama.

Hingga kemudian masyarakat berpaling pada konsep aurat yg tekstual. Digiring pada identitas parsial. Disyiarkan menutup sekujur tubuh adalah kewajiban. Diframing rambut terbuka itu aib dan cela. Dibumbui ancaman neraka.

Sedikit terbuka bisa disindir dan dihina dibilang ‘pakai baju tapi telanjang’. Direndahkan dengan didoakan semoga mendapat hidayah. Dijatuhkan dengan pujian lebih cantik jika berhijab. Giliran ada yang berhijab tapi amoral dibela jangan salahkan hijabnya… Hehee

Anak bangsa sudah dibunuh karakternya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.