Kolom Nisa Alwis: SUATU HARI DI TAMAN ISMAIL MARZUKI — Bincang-bincang “Humanisme Cak Nur”

Ibu-ibu bergembira ria. Mengenakan pakaian ternyaman aneka warna. Tak harus mewah tak mesti baru, estetik dan pantas saja. Sesuai acara, sesuai cuaca. Rambut beragam gaya; diurai, diikat, dikepang, diblow, disanggul, semua indah.

Gambaran suasana hatinya…

Menunjang tampilan wanita Indonesia yang sejak dahulu berseni budaya. Ada pula yang menyampirkan selendang bersulam warisan ibunya, manis sekali.

Apakah ini “salah”?

Tidak!

Tapi belum tentu.

Tak sedikit yang sesungguhnya ingin kembali tampil begini, seluwes ini, namun tak bisa. Berat sekali melakukannya, sulit bagaimana memulainya. Sebab pandangan umum sudah sebegitu lekatnya; bahwa aturan pakaian perempuan adalah syariat yang mengikat dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Jika tidak mengikutinya, anda salah. Itulah antara lain yang kemarin diulas oleh mas Gaus Ahmad (penulis buku: Api Islam Nurcholish Madjid) sebagai “habitus”, Pierre Bourdieu.

Sangat menarik, bahwa dalam intelektualisme Islam Cak Nur, bukan soal “kebenaran” absolut yang menjadi titik berat, tetapi pada; “kebaikan”. Jika dalam hal keyakinan manusia terus berargumentasi soal “kebenaran” maka yang akan terjadi adalah bantah-bantahan dan perpecahan.

Setiap kelompok mengklaim pandangannya benar, di luar mereka salah. Sebaliknya “kebaikan” membuat manusia terhubung satu sama lain.

Maka boleh pertanyaan di atas kita ulang: Apakah ini “baik”?

Saya sih absolutely YES

Enjoy the photoes, thank you

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.