Dari berbagai sumber yang saya baca dan simak. Saya berusaha menyederhanakan pemahaman saya soal informasi yang menjadi sumber keributan beberapa hari ini. Pemerintah khususnya Pertamina hanya ingin mendapatkan data valid berapa sih sebenarnya kebutuhan subsidi BBM untuk masyarakat miskin dan pelaku UMKM dalam satu periode anggaran?
Karena subsidi BBM itu kuotanya terbatas sedangkan penerima manfaatnya tidak jelas.
Banyak yang sebenarnya tidak berhak ikut ambil bagian. Akhirnya kuotanya tidak cukup. Sedangkan kontrolnya di lapangan tidak ada. Petugas SPBU tidak berdaya menolak saat harus mengisi BBM bersubsidi ke tanki-tanki mobil mewah.
Maka dilakukanlah pendataan dengan cara ini. Warga yang kendaraannya layak mendapatkan subsidi harus mendaftar di MyPertamina untuk mendapatkan QR Code sebagai bukti mereka berhak membeli BBM bersubsidi.
Pertanyaan yang ramai muncul:
1. Kalau nggak punya HP bagaimana?
2. Kalau nggak punya kuota bagaimana?
3. Kalau gaptek bagaimana?
4. Kalau nggak ada sinyal bagaimana?
5. Kalau SPBUnya meledak karena kita nyalahin HP di dekatnya bagaimana?
6.Kalau kendaraannya sewa bagaimana?
Pertanyaan 1-4 sebenarnya hanya alasan untuk menghindari perubahan. Sekarang ini dalam 1 keluarga pasti ada yang punya HP yang bisa internet. Daftar saja, kalau layak akan dapat QR Kode, download lalu bawa ke tukang cetak, print. Selesai.
Setiap kali kendaraannya mau isi BBM bawa tunjukkan ke petugas SPBU, mereka yang akan scan QR Kodemu, tanpa perlu bawa HP. Jadi tidak perlu khawatir SPBUnya meledak (ntah ini fakta atau mitos).
Kalau nggak punya kendaraan dan terpaksa sewa pastikan kendaraan yang disewa CC nya di bawah 2000 dan sudah punya QR Kode. Minta QR Kodenya dari yang punya kendaraan. Nggak masalah siapa supirnya wong yang terdaftar/disubsidi kendaraannya bukan orangnya.
Faham, Ferguso?
Ya jelas nggak mau faham dong, enak saja! Wong jargon kita apapun kebijakan pemerintah, Pokoknya Tolak! Tolak!
Sebentar lagi saya pasti di keroyok sama cebi2 garis lucu ini