Kolom Sri Nanti: TENTANG GELAR

Dulu saya sering ditawari gini, “Mbak Sri sampean itu kompetensinya oke tapi sayang kualifikasinya tidak mendukung. Kenapa nggak coba cari gelar? Sekarang banyak lo dengan biaya sekian-sekian bisa dapat gelar. Kuliahnya sekian kali dalam setahun bisa jarak jauh… Ambillah sebagai pelengkap saja….”

Saya cuma cengengesan tapi dalam hati serius tidak akan menempuh cara itu.

Kasian yang sudah kuliah dengan penuh perjuangan. Seleksi masuknya saja sudah sangat sulit, proses belajarnya tidak mudah, biayanya tidak murah, banyak yang harus rela ngirit ngekos di kamar sempit, makan nasi basi lauk air mata. Belum lagi urusan skripsi yang rumit dan pelik bolak-balik direvisi. Jadi, ketika seseorang lulus dan diwisuda sebagai sarjana mereka berhak atas kesempatan-kesempatan yang memang seharusnya terbuka untuk mereka.

La kalau saya hanya karena “punya uang” terus menempuh jalan pintas, berarti saya menghilangkan kesempatan satu diantara mereka. Itu tidak adil menurut saya.

“Tapi kan jadinya Mbak Sri mentok! Mampu tapi tidak bisa mengambil kesempatan-kesempatan yang ada.”

“La kenapa memangnya kalau mentok? Dan kesempatan baik itu bukan hanya di jalur itu. Saya masih bisa menempuh jalur lain. Jadi tukang ngarit misalnya”

Wislah hidup itu nggak usah serakah. Sudah ada jalurnya masing-masing. Jalur apapun yang kita tempuh kalau kita kompeten pasti mudah kok sampai pada tujuan…

Entah apa tujuannya saya kadang juga bingung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.