Oleh FERI IPENK GINTING
Merdeka!
Para petani menangis di negeri agraris. Desa selalu dikalahkan oleh masyarakat perkotaan dalam menyusun program dan pembuatan kebijakan. Masyarakat kota selalu dimenangkan dalam proses pembuatan kebijakan. Semua barang, asal mahal dikit pemerintah langsung impor. Tidakkah kalian sadar bahwa tindakan mengimpor barang yang diproduksi oleh produsen dalam negeri adalah sebuah bentuk pengkhianatan terhadap Negara?
Jangan kira para pengkhianat hanya mereka yang mau bekerjasama dengan para penjajah di masa lalu.
Merdeka!!!!
Di perut kosong kami, tangisan bayi kelaparan yang menderita gizi buruk, anak-anak kurus dan tak sekolah, para petani yang dikriminalisasi karena mempertahankan haknya atas tanahnya yang dirampas sama sekali tidak terdengar pekik merdeka itu.
Mereka merangkak seperti hewan melata di atas tanahnya sendiri, tanpa tuntunan, tanpa panutan. Saban pemilihan ketua kelas, mereka dipaksa memilih badut untuk kencing di atas kepala mereka sendiri.
Tapi, entah mengapa aku tetap mencintai Indonesia?
Sungguh rasa cinta yang ganjil dan bertepuk sebelah tangan. Kerap kali kita diperlakukan seperti anak haram yang tidak diinginkan keberadaannya, dianggap sebagai aib oleh orang-orang yang menyusun kebijakan. Orang-orang miskin tidak pernah dilibatkan dalam merumuskan arti kemiskinan berikut muasal kemiskinan yang dideritanya.
Kemiskinan hanya dipandang sebagai barang jualan saban lima tahun sekali. Bagaimana mungkin mereka paham soal mengatasi kemiskinan jika penyebab kemiskinan yang demikian akut diderita oleh rakyatnya saja pun mereka tidak tahu?