Kolom Boen Syafi’i: NEGO HARGA KOPI DENGAN TUHAN

Jadi ceritanya, selama saya rehat dari FB itu saya ketemu langsung sama Tuhan. Kejadiannya pas saya lagi duduk di halte bus, terus tiba-tiba saja diajak oleh dua orang tinggi besar, berambut gondrong, dengan kumis melengkung ala celurit Madura, bersayap dan pakai rok pendek berwarna putih sambil memegang tongkat.

Waktu muncul, mereka berkata:

“Semriwing semriwing semriwing, eh lu tau kita kita kan boooooo..? Kita ini mimi peri yang dikirim untuk menjemput ye cyyyynn..”

Tanpa banyak tawar menawar, mereka langsung menyediakan kebo bersayap untuk saya naiki menuju langit. Dengan kecepatan seribu bulan, seratus matahari, setengah ons daun bawang, dan juga bumbu penyedap lainnya, tibalah saya dalam sekejap ke gerbang langit.

Fyi, di pintu gerbang langit ternyata ada tulisannya lho. Tulisannya “selamat datang di Kabupaten Langit.”

Segera saja saya dibawa masuk oleh dua orang mimi peri tadi. Ya seperti biasa, saya harus dicek antigen dulu. Wajar kan lagi musim-musimnya wong sambat lurr.

Saya tanyakan kepada si penjaga gerbang, apa Tuhan masih belum bisa ditemui? Jawab si penjaga gerbang “Ssstttt, Tuhan masih sibuk ngurusin minyak goreng Bray.”. Ya sudah saya tunggu sampai urusan Tuhan selesai.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang juga. Tuhan mau menemui saya dan dia berkata “Aku wajibkan kamu untuk menaikkan harga secangkir kopi menjadi 7 ribu.”

“Sudah itu saja Tuhan?” Jawabku.

“Iya sudah,” katanya..

Dan saya pun kembali lagi ke bumi sambil menaiki kebo bersayap tadi. Namun di tengah jalan, tiba-tiba saja bertemu tetangga saya di kampung bernama Cak Juned.

Kata Cak Juned “Harga kopi 7 ribu itu memberatkan pelanggan Lurr, balik lagi nego ke Tuhan sana.”

Saya pun menuruti kata Cak Juned, wong saya rasa benar juga apa yang dikatakannya.

Setelah saya kembali dan nego, akhirnya harga kopi yang semula 7 ribu kembali turun menjadi Rp 5 ribu saja.

Pulanglah saya sembari menaiki kebo bersayap itu lagi. Tapi, eh di tengah jalan masih dicegat lagi sama Kang Dalbo.

Kata Kang Dalbo, “Secangkir kopi Rp 5 ribu itu masih memberatkan. Kalangan menengah tiarap Lek, sana nego lagi sama Tuhan.”

Ya, terpaksa naik lagi dah, wong kata Kang Dalbo itu juga ada benarnya.

Setelah negosiasi yang alot, akhirnya Tuhan mau menurunkan lagi harga kopi, kembali menjadi Rp 3 ribu saja.

Sambil menggerutu karena perintahnya saya nego terus, si Tuhan pun berkata..

“Nega nego nega nego terus, ancene blantik.”

Itulah kisah saya kemarin. Tolong percaya dengan kisah saya ini yo Bray? Masak kisahnya orang asing dipercaya, sedang kisah teman pribumi sendiri gak dipercaya?

Seng gak percoyo PKI..

Kuapoookkk..

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.