Kolom Asaaro Lahagu: JOKOWI BERKEPALA BATU SELAMA 3,5 TAHUN (Freeport Akhirnya Sah Dikuasai Indonesia)

Sifat kepala batu luar biasa yang ditunjukkan Jokowi berkaitan dengan Freeport, akhirnya berhasil. Hari ini, Kamis 12 Juli 2018, saham Freeport sebesar 51%, secara sah dimiliki oleh Indonesia. Hal itu ditandai usai penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara Indonesia dan Freeport.

Selama 3,5 tahun, Jokowi bertarung dengan gagah berani. Ia luar biasa ngotot untuk menguasai saham Freeport minimal 51%. Dalam kurun waktu 3,5 tahun itu, Jokowi menerima dan mengalami berbagai ancaman, pengkhianatan, persengkokolan dari para mafia bermain di Freeport.




Jokowi tanpa ragu mempertaruhkan jabatan kepresidenannya demi Freeport. Keinginan Jokowi hanya satu. Indonesia harus memperoleh saham Freeport minimal 51%.

Mengapa Jokowi amat ngotot merebut Freeport?

Selama 50 tahun sejak Freeport berdiri, Indonesia hanya kebagian saham Freeport 10%. Akibatnya, Indonesia hanya menjadi pengemis dan tak bisa mempengaruhi kebijakan apapun di perusahaan itu. Padahal berton-ton emas bumi Papua dibawa keluar oleh Freeport.

Posisi Indonesia di Freeport selama ini amat sadis dan memilukan. Royalti yang dibayar Freeport kepada negara, hanya 1%. Pemda Papua tak kebagian apa-apa kecuali remah-remah. Keuntungan yang dibagi kepada Indonesia sangat sedikit. Itupun sudah disunat oleh para mafia yang bermain di Freeport.

Akibatnya bumi Papua yang emasnya dikeruk besar-besaran, tak mendapat porsi yang sepadan. Papua, bumi emas khatulistiwa tak mampu melepas putera-puterinya dari kubangan kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan. Sebelum Jokowi berkuasa, Papua sangat terisolasi. Harga BBM Rp 50 ribu dan semen Rp 1 juta per sak.

Situasi sangat suram Indonesia berhadapan dengan Freeport, disebabkan oleh amat rakusnya Soeharto kala itu. Soekarno yang menentang penguasaan asing terhadap sumber daya alam Indonesia dengan licik dijatuhkan Soeharto bekerja sama dengan CIA Amerika.

Ketika Soeharto berhasil naik menjadi Presiden Indonesia dan mabuk berat atas keberhasilannya itu, ia dengan rela menjadi pengkhianat. Soeharto menjual sebagian negerinya Papua dengan mengesahkan UU No 1 tahun 1967. Isinya adalah pemberian hak penuh kepada Amerika untuk merampok dengan bebas isi tambang Bumi Papua sebagai imbalan atas dukungan yang diperolehnya.

Sejak saat itu, penguasaan tambang Freeport semakin merajalela. Bumi Papua dijarah habis-habisan. Luar biasanya, walaupun isi tambang Papua dirampok tak terkendali, isinya tiada habis-habisnya. Diperkirakan, hingga akhir Abad ke-21, isi tambang emas Papua masih belum habis. Potensi amat menggiurkan itu membuat Freeport semakin ketagihan memperkosa dan menjarah Bumi Papua.




Dengan rakus dan licik, pihak Freeport pada tahun 1991, membuat kontrak baru yang isinya mengamankan posisi Freeprot mencengkram Bumi Papua. Celakanya, kontrak baru yang dibuat itu sangat menguntungkan Freeport. Sebaliknya, isi kontrak baru itu, sangat merugikan posisi Indonesia. Indonesia tidak berkutik hingga Tahun 2021.

Namun, demi mengamankan kekuasaannya dan ancaman akan dijatuhkan dan sedikit iming-iming kue lezat Freeport diguyurkan ke kroninya, Soeharto lagi-lagi tak berdaya dan terpaksa menandatangani kontrak baru pada tahun 1991.

Pertanyaanya ialah, siapa kroni Soeharto yang kecipratan kue lezat Freeport 1991?

Kontrak karya Freeport 1991 terjadi di era Menteri Pertambangan dan Energi, Ginandjar Kartasasmita. Aburizal Bakri yang saat itu sudah dekat dengan Soeharto ikut bermain. Lewat Ginandjar, Aburizal mendapat kesempatan emas dengan memperoleh kue lezat Freeport. Bagaimana caranya?

Dalam kontrak baru Freeport 1991, Freeport diwajibkan mengalihkan sebagian sahamnya kepada pihak pemerintah dan swasta. Pihak swasta yang beruntung saat itu adalah Aburizal Bakrie. Ketika itu, sebanyak 10 persen saham dipindah-tangankan melalui transaksi jual-beli dari Freeport Indonesia kepada PT Indocopper Investama Corporation, milik Aburizal.

Pada saat itu PT Indocopper sebetulnya tak punya cukup uang untuk membeli saham Freeport. Namun, dengan restu Soeharto, Aburizal mendapat kemudahan pinjaman dari pihak ketiga yang juga dijamin oleh Freeport sendiri.

Pada tahun 1992/1993, Aburizal dengan cerdik menjual 4,9% sahamnya kepada Freeport senilai 212,5 juta dollar US. Dana sebesar inilah yang kemudian dijadikan modal oleh Aburizal untuk mengembangkan berbagai usahanya ke seluruh negeri. Kisah kue lezat Aburizal ini kemudian mengundang banyak kroni pejabat yang dekat dengan pemerintah era SBY ketika kontrak Freeport akan habis 2021. Sejak akhir masa jabatan SBY, berbagai kroni dan mafia bergerilya agar SBY segera memperbaharui kontark baru Freeport sebelum habis pada tahun 2021. Tentu saja para mafia itu ingin mendapat jatah saham dan keuntungan lainnya di Freeport.

Namun, Tuhan di atas sana tidak lagi membiarkan para mafia ikut bersengkokol dengan Freeport untuk menjarah Bumi Papua lebih lama. Di akhir era SBY 2014, MoU antara Pemerintah dan Freeport nyaris ditandatangani. Namun, berkat manufer JK, MoU yang nyaris ditandatangani itu tidak terlaksana. Alasannya harus menunggu pelantikan Jokowi sebagai Presiden.

Akan tetapi, manufer JK yang ingin mendapat keuntungan kue lezat di Freeport lewat Menteri ESDM Sudirman Said kala itu, pun gagal. Bahkan Setya Novanto yang ikut bermain, juga gagal total. Mengapa? Karena keras kepalanya Jokowi.

Jokowi dengan roh Soekarno yang mengalir di darahnya, mati-matian mengembalikan hak bangsanya. Dengan keras kepala, Jokowi berjanji akan mengembalikan Freeport ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ia menempatkan panglimanya Ignasius Jonan yang juga sangat keras kepala untuk menyelesaikan proses pengambilalihan saham Freeport.

Proses pengambilalihan Freeport sesuai dengan insting Jokowi, akan berdarah-darah. Selama 3,5 tahun ngotot-ngototan, berbagai ancaman dan bahaya campur tangan Pemerintah AS jika Indonesia memaksa mengambilalih Freeprot akan terjadi. Pun juga ancaman Jokowi tumbang jika ngotot mengambilalih Freeport bagai air bah dilontarkan kepada Jokowi dan menterimya.

Akan tetapi, Jokowi tetap maju dengan ngotot. Tak mundur sedikit pun. Freeport sudah bukan lagi sekedar tambang yang menghasilkan, tetapi ia adalah simbol perjuangan kedaulatan. Jokowipun tak kenal kompromi dengan JK dan Sudirman Said. Kontrak Freeport bisa diperbaharui lebih awal dengan syarat Indonesia mendapat 51% saham dan Freeport terlebih dahulu membangun smelter.

Perjuangan ngotot-ngototan selama 3,5 tahun Jokowi dan menterinya, akhirnya membuat Freeport menyerah. Hari ini, Kamis 12 Juli 2018, adalah sejarah kemenangan Indonesia atas Freeport. Indonesia secara sah dan resmi menguasai saham 51% Freeport. Artinya apa? Potensi pendapatan Freeport ke depannya yang ditaksir senilai US$ 113,8 Miliar atau 1.593,2 Triliun akan dicicipi oleh Indonesia.

Dengan menguasai 51% saham Freeport, Indonesia ikut menentukan kebijakan perusahaan di Freeport. Ke depan bisa dipastikan penerimaan pajak, royalty, retribusi hingga deviden akan lebih besar diperoleh Indonesia dari Freeport. Itu semua berkat keras kepalanya Jokowi dan orang-orang yang mendukungnya.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.