Logika ganti presiden dari pasukan fentung maut memang bermasalah. Pasalnya, KPU sudah menetapkan tanggal 17 April 2019 akan ada perhelatan besar yang kita kenal dengan nama “Pilpres” dan pasangan calon juga sudah tersedia dan lolos verifikasi KPU.
Jadi, kalau mau ganti presiden, datanglah ke masing-masing TPS dan silahkan gunakan hak pilih anda sebagai warga negara yang rasional.
Kalau memaksakan ganti presiden saat ini, maka itu adalah pekerjaan sia-sia, kecuali pekerjaan utama anda memang membangun opini lewat demonstrasi. Itu bagus, tapi pilihan tagar ganti presiden membuktikan bahwa ada yang frustrasi.
Belum lagi menggunakan agama sebagai kendaraan. Memangnya tidak ada kendaraan lain selain agama? Kan masih ada bemo, angkot, gojek, atau truck sampah yang bisa digunakan sebagai kendaraan di luar agama.
Juga, apakah harus melibatkan Allah dengan teriak-teriak takbir di pinggir selokan? Padahal nama Allah menurut Alquran sangatlah suci dan hanya bisa diucapkan oleh mereka yang sudah gosok gigi dan sudah mandi, sudah pake parfum dan sudah terlihat gantang di hadapan istri ke 7.
Untuk itu, maka, jika ada yang harus ditangkap dengan menggunakan dalil penistaan adalah mereka yang teriak-teriak di jalanan menistakan kesucian Allah. Bukan mereka yang menulis status dengan argumen logis. Atau mereka yang bekerja membangun kota dengan semangat paripurna. Atau mareka yang bergosip soal suara TOA yang kelewat batas.
Bukan! Justru merekalah yang perlu mendapatkan perhatian serius dari negara. Kerja-kerja mereka justru meringankan dan bahkan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa lewat tulisan, karya dan gosip emak-emak berkwalitas.
Jadi, kesimpulan sederhana saya adalah mereka yang berdemo sampai menembus halaman rumah Allah, di depan baitullah, adalah orang-orang yang frustasi karena menderita. Hasil rampok mereka dialihkan pada hal-hal yang sifatnya produktif, seperti membiayai Asian Games dan untuk tujuan-tujuan pelayan publik lainnya.