Kolom Joni H. Tarigan: PELAJARILAH BAHAYA SUPAYA MAMPU MENGHADAPINYA




joni hendra tariganSekali waktu di tahun 2015 saya mendampingi tenaga ahli, di bidang investigasi bahaya dari aktifitas geologi, dari Jepang. Ketika sedang masuk ke hutan, kami pun menemukan tumbuhan berduri dan buahnya kecil dan bersisik. Jelas saja orang Jepang itu tidak tahu apa nama tumbuhannya karena memang tidak ada di Jepang. Saya pun tidak bisa membantu banyak, karena saya tidak tahu apa nama tumbuhan rotan dalam bahasa Inggeris. Ahirnya Hosoda, ahli geologi, mengatakan “It looks like snake fruit”. Ha, “snake fruit??” dalam hati saya bertanya.

Langsung saja dengan cepat otak saya memunculkan sebuah nama buah yang bersisik seperti ular yakni buah salak.

“Oh, it looks like a snake fruit, but is not” saya menjawab kemudian.

Salak, yang sudah tumbuh di pekarangan rumah Hosoda di Jepang, adalah buah yang memang dilapisi dengan kulit yang bersisik seperti ular. Selain bersisik kulit tersebut juga sangat tajam, yang dapat menyayat kulit jika kulitnya dibuka dengan tangan dan tidak hati-hati. Di dalam kulit yang bersisik itu terdapatlah lapisan yang lembut  yang biasanya dimakan dan bagian paling dalam adalah bagian yang berbentuk gumpalan dank eras. Bagian ini, sampai saat ini, belum bisa untuk dimakan. Akan tetapi biji tersebut gampang tumbuh, sehingga wajar biji salak tersebut bisa tumbuh di Jepang.

Buah ini juga ternyata menjadi buah favorit bagi anak kami Rafael. Pada umumnya anak saya suka apa saja asalkan makanan. Akan tetapi, salak adalah salah satu favoritnya selain anggur dan lengkeng. Karena salak produk lokal, maka dengan mudah ditemukan di pasaran, bahkan penjual buah keliling masih mampu salak 3menjualnya dengan harga Rp. 10 ribu/ Kg, dan tentu saja rasanya sangat manis. Harga murah, rasa manis, tentu saja kesukaan Rafael terhadap salak tidak ada kendala. Kami hanya membatasi supaya tidak menimbulkan sakit perut atau gangguan perencanaan.

Masalah kemudian timbul ketika anak ini memakan salak. Mungkin karena kami membiasakan suapaya anak bebas berekspresi, anak kami tidak mau ditolong untuk mengupas kulit salak tersebut dan kemudian memisahkan bijinya supaya siap dimakan. Istri saya selalu dengan tergesa-gesa untuk merebut salak dari tangan anak ini. Kemudian dengan sigap mengupas sampai salak tersebut tinggal santap saja. Karakter ibu Rafael yang pada titik tertentu tidak bisa kompromi ternyata disadari oleh Rafael, sehingga ia akan menunggu sampai salak siap disantap.

Berbeda dengan saya, saya sangat senang melihat bagaimana proses anak itu mengeluarkan salak dari bungkusnya, kemudian mengupasnya, dan langsung memakan bagian salak yang lembut. Saya pun mengawasi anak ini, sambil memberikan pengertian bahwa kulitnya tajam serta bijinya keras tidak untuk dimakan. Maka di sinilah masalahnya, sang ibu ingin menghindarkan anak dari cedera tersayat kulit salak dan juga kemungkinan biji salak yang tertelan, dengan membuang kulit dan biji terlebih dahulu. Sedangkan saya, ingin memberikan pengertian kepada anak supaya ia memahami apa yang ia makan, sehingga ia tahu bagaimana menghindari sayatan kulit dan juga biji salak yang tertelan.

Akhir- akhir ini anak kami sudah mengupas dan makan salak tanpa bantuan orangtuanya. Kami pun orangtuanya, yang awalnya berbeda pendapat tentang bahaya makan salak, telah menemui titik sepakat. Titik sepakat itu adalah “justru karena kita salak 4bisa mengawasi anak, maka biarkanlah ia mempelajari bahaya dari tersayat salak dan juga kemungkinan biji tertelan. Kita harus memberikan proses pemahaman kepada anak, bukan makanan siap saji.

Beberapa kali memang tangan anak itu tersayat, dan melapor kepada orangtuanya tangannya tersayat oleh salak. Kami pun menganjurkan untuk hati-hati kalau makan salak lagi, dan bijinya jangan sampai tertelan. Pada ahirnya, sampai saat ini kami tidak perlu khawatir jika anak kami yang berumur 2 tahun 8 bulan memakan buah yang memiliki biji. Dengan baik biji buah itu bisa disingkirkan dengan baik. Pemahaman akan bahaya makan buah yang berbiji telah lulus dilewatinya.

Sayapun mengambil kejadian ini menjadi pelajaran hidup, bahwa bahaya ataupun sesuatu yang tidak diinginkan bisa kapan saja terjadi. Maka cara yang bijak untuk terhindar dari bahaya adalah pelajarilah bahaya itu sendiri untuk tahu bagaimana menghadapinya. Berlari dari bahaya sebelum kita memahaminya adalah tindakan yang menunda sementara bahaya itu menerpa kita. Bahaya itu akan datang lagi, dan datang lagi, karena sebenarnya kita berlari tidak menyelesaikan masalah. Apapun masalah kehidupan yang kita hadapi, mempelajarinya adalah cara yang terbaik untuk bisa menyelsaikannya dan tidak menjadi masalah yang sama.

Demikian juga halnya dalam kehidupan keluarga yang mempersiapkan anak-anaknya. Masa depan anak-anak kita tidak bisa kita jamin dengan memberikan segala seuatu yang ia butuhkan dengan mudah. Jaminan masa depan yang baik adalah bagaimana anak-anak kita memiliki karakter yang kreatif dan mampu beradaptasi dalam kehidupan yang sangat dinamis.

SEGALA MAHLUK HARUS MEMAHAMI MASLAHNYA JIKA INGIN TERHINDAR DARI MASALAH ITU




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.