Kolom Marx Mahin: PERDA PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KOTA PALANGKA RAYA

Tim Penyusun Naskah Akademik dan Draft Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kota Palangka Raya, telah mengadakan pertemuan koordinasi dengan Ibu Hera Nugrahayu, Sekda Kota Palangka Raya [Rabu 10/11]. Karena dibangun dan lahir di tengah hutan-rimba, Kota Palangka Raya menjadi kota yang unik yaitu menjadi kota yang memiliki tiga wajah, yaitu wajah perkotaan, wajah pedesaan dan wajah hutan.

Wajah pedesaan dan hutan tampak pada beberapa kelurahan yang letak dan posisi wilayahnya berbatasan dengan hutan, danau dan sungai, serta kehidupan penduduknya yang tergantung pada keberadaan hutan, sungai dan danau tersebut.

Sebab itu tidaklah heran kalau di Kota Palangka Raya terdapat kelompok Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang masih hidup dan tinggal di sekitar hutan dan mengadakan pemungutan hasil hutan dan hasil lainnya di wilayah hutan yang terdapat di sekitar tempat tinggal mereka.

Salah satu contohnya adalah MHA Mungku Baru yang terdapat di Kecamatan Rakumpit.

Namun, seperti halnya komunitas MHA lainnya di Kalimantan Tengah, terutama yang tinggal di kawasan hutan, mereka belum memiliki “legal standing”. Hal itu membuat mereka tidak dapat dengan sah secara hukum untuk mengelola hak-hak tradisional mereka berupa hutan, tanah, sungai, rawa dan danau yang adakah ruang hidup mereka.

Keberadaan mereka secara yuridis belum diakui dan dilindungi oleh negara.

Sebab itu adalah sangat penting agar pemerintah Kota Palangka Raya memiliki Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA. Berdasarkan Perda tersebut Walikota Palangka Raya dapat melakukan penetapan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adatnya. Secara khusus bagi kekompok MHA yang tinggal di kawasan hutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.