Oleh: Elisabeth Barus (Medan) Dalam bias gulita malamkaki menapak menyusuri waktu yang berlalumembalut tubuh dengan baju hangatkaus kaki dan penutup kepala Berlomba dengan malam mengejar impianberjuang demi suap-suapan ke mulut-mulut mungildemi sepiring nasi putih dan secuil belacan bakarserta rebusan jipang mudaaihhh…. Perjuangan ini melelahkannamun hidup harus berlanjutwalau perut kenyang membuncit tanpa gizitapi semangat srikandi-srikandi pasar pagi Pasar Indukmenggugah nuranidemi bocah-bocah mungildemi suami-suami yang hanyamenunggu di kede kopi sambil bercaturdemi amarah dan bentakan suami-suami beruntung itu Aachh…..srikandi-srikandi pasar pagi Pasar Induksemangatmu hilangkan arti lipstik di bibir pesolek jalananmenghilanglan arti sexy rok mini penjaja cintamenghilangkan seribu nafsu si hidung belangtak terhalang hujan, panas, dan dinginnya malamtiada jua arti penyombong kehidupansemangatmu meninggikan martabatmucita-citamu dan anak-anakmu Berjuanglah walau kau lelahhingga sampai pada titik perjuangan itu akan usai (buatmu bunda-bunda hebat di Pasar Induk Medan) Post navigationKolom Alexander F. Meliala: Konsistensi Kinikaron Makanan wajib dalam Mbesur-mbesuri (Karo)
duh . . . suami-suami beruntung ini yang punya bentakan dan amarah apakah bagimu masih terlalu dini mengikuti Karo yang sudah banyak berubah?MUGReply