PUPUK MURAH — Bebaskan Petani Dari Ketergantungan

Laporan ASPIPIN SINULINGGA (Dataran Tinggi Karo)

Tantangan utama Petani adalah modal. Tapi, justru itu pula yang menjadi peluang utama bagi para pemburu rente dan kapitalis. Ketergantungan [petani terhadap modal] ini adalah kata kunci para kapitalis menjaga kesinambungan perolehan laba dari sirkulasi produk tani ke konsumen.

Petani adalah pihak yang paling didzolimi dari rantai distribusi produk tani.

“40% beban petani adalah aspek yang sangat mudah ditekan, tapi diupayakan sebagai aspek yang tidak tergantikan oleh kapitalis,” kata senior GMNI ini, Hence Brahmana.

Bawang Merah, misalnya, untuk memproduksinya petani sudah terlebih dahulu dicekik oleh “harga bibit”, harga pupuk dan obat-obatan serta harga jual yang beda tipis dengan harga bibit. Nilai kerja petani sangat rendah dalam penetapan harga jual sebuah komoditas, bahkan bisa jadi “NOL”. Faktanya, kerja tani bermuara pada keuntungan bagi produsen penunjang hasil pertanian; produsen bibit, pupuk, dan obat-obatan pertanian.

Hal inilah yang secara konsisten coba dihempang sosok senior GMNI Hence Brahmana lewat penyadaran. Mustahil bagi kaum tani sukses jika tetap berdiri sebagai “kuli” bagi korporasi. Bibit PT dan Pupuk PT tidak memberi petani “harapan” untuk meraih untung. Hanya menebar janji yang berisi muslihat “ketergantungan”.

Bawang Merah Hence, yang ditanam dari bibit produksi mandiri, ditaburi pupuk non korporasi bernama “Rumpun Bambu”. Pupuk ini jauh lebih murah dari pupuk konvensional dan telah berhasil menunjukan kualitas “extra” bahkan pada perlakuan bibit bukan produk pemasaran.

“40% beban petani berhasil kita hemat dalam praktik nyata menjadi 40% kenaikan serapan keuntungan. Makanya, mari kita ubah wawasan petani kita yang puluhan tahun telah dibodohi korporasi; saat petani makmur,” ujar Bang Hence.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.