Kolom Bastanta P. Sembiring: Relokasi di Luar Kabupaten Karo

bastantaSudah berulang kali kita ketahui terjadi pertemuan baik pemerintah dari pusat hingga desa (di Kabupaen Karo) yang membahas mengenai percepatan relokasi korban erupsi Sinabun. Demikian juga diskusi-diskusi di tingkat bawah, baik resmi maupun tidak resmi (di kedai kopi ataupun medsos) yang juga membahas hal demikian. Namun, belum pernah ada tercetus gagasan bersama secara serius untuk relokasi di luar wilayah Kabupaten Karo, seperti halnya program transmigrasi.

Ataupun menyinggung lahan-lahan milik pemerintah yang selama ini dikelola oleh PTPN yang, di beberapa daerah, HGU-nya sudah berakhir ataupun akan berakhir.

Timbullah pertanyaan di benak, apakah urusan Karo hanya dapat diselesaikan di Kabupaten Karo saja? Atau, rakyat Karo hanya berhak menempati areal yang masih dalam wilayah Kabupaten Karo saja?

hutan 18Mengingat di kabupaten-kabupaten tetangga seperti Deliserdang dan Langkat yang nota bene masih wilayah ulayat Suku Karo masih luas tanah-tanah yang selama ini dikelola oleh PTPN yang keberadaannya masih belum jelas. Jadi, mengapa harus memaksakan relokasi di Kabupaten Karo yang juga harus merambah hutan?

Jika alasannya rayat Karo yang menjadi korban erupsi Sinabun yang tidak mahu, di situlah tampak jelas kalau pemerintah itu gagal mengayomi rakyatnya!

Beberapa tahun sebelum ramai dibicarakan mengenai relokasi korban terdampak erupsi Sinabun, di Taneh Karo dan media-media Karo khususnya, ramai dibahas mengenai serangan lalat buah dan serangga-serangga lainnya yang merusak tanaman penduduk Kabupaten Karo sekitarnya. Saat itu, hampir semua kita dari lapisan dan profesi meyakini kalau penyebab utama serangan lalat buah itu adalah pembalakan liar terhadap hutan, demikian juga kasus yang baru terjadi di Doulu (banjir bandang) yang kembali sepakat akibat pembalakan liar, walau sesungguhnya masih banyak alasan lain yang masih perlu diteliti.

Sekarang, mengatasnamakan rakyat Karo dan kemanusiaan, malah hutan-hutan yang sebelumnya kita katakan akan kita jaga dengan darah dan nyawa kini kita turut melegalkannya untuk dirambah. Sedangkan di daerah Taneh Karo (bd. Kabupaten Karo) lainnya para mafia dan pejabat korup sesuka hatinya menguasai tanah-tanah ulayat Suku Karo. Mengapa elit-elit Karo tidak melirik lahan-lahan ini? Atau jangan-jangan anda-anda tidak tahu di mana baleng-baleng Taneh Karo Simalem?




Sekarang lagi, media ramai-ramainya memberitakan bentrokan antara warga Desa Lingga dengan aparat Polres Karo yang terjadi kemarin dulu [Jumat 29/7], diinformasikan 1 orang tewas dan beberapa luka-luka.

Sebelumnya, kita semua dan pemerintah tahu kalau warga Desa Lingga sangat menolak wilayah mereka dijadikan tempat relokasi dengan berbagai alasan. Toh masih dipaksakan dan berkilah berbagai alasan. Ataukan memang ini sudah masuk dalam skenario untuk menumbalkan masyarakat Lingga?

Dan berbagai reaksi masyarakat pun muncul baik yang menyayangkan sikap pemerintah bahkan juga menyalahkan masyarakat Lingga dengan mengatakan: “Sesama Karo saja kok menolak.” (maksudnya daerah mereka jadi relokasi)

Perlu kita ketahui, ini bukan saja masalah sesama Karo, tetapi coba menilai dari sudut yang lebih luas. Ada dua garis besar dalam kasus ini yang sesungguhnya perlu menjadi pertimbangan kita bersama.




Kita sepakat hutan memiliki peran penting dalam kehidupan, apalagi di masyarakat pertanian seperti di Karo. Hutan di Kabupaten Karo adalah bukan hanya benteng bagi Kabupaten Karo semata. Ada Kota Medan yang turut bergantung dengan hutan-hutan di Kabupaten Karo, yang paling jelas tampak ialah air, baik ketersediaan air bersih maupun pengontrol curah air yang sampai ke Kota Medan.

Bagi masyarakat tradisional, fungsi hutan bukan hanya seperti yang dikemukakan di atas, tetapi juga memiliki nilai magis dan historis.

Ke dua alasan di atas saja sebenarnya sudah seharusnya menyadarkan kita bahwa hutan harus dijaga.

Dan, berkaitan dengan masalah relokasi korban erupsi Gunung Sinabun di Kabupaten Karo, apa salahnya jika kita mulai melirik lokasi di luar Kabupaten Karo; seperti halnya Deliserdang dan Langkat yang masih merupakan tanah ulayat Suku Karo. Jika memang kita semua jujur dan berhati bersih, niscaya harusnya tidak akan ada yang keberatan.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.