Salahku kah, Murka Alam kah atau Salah Pemerintah?

Oleh: Syabila Ginting Azzahra

SyabilaBertahun – tahun sudah Gunung Sinabung tak kunjung henti memuntahkan isi perutnya. Guguran lava pijar dan awan panas silih berganti meluluhlantakkan wilayah kebanggaan Taneh Karo. Banyak sudah korban nyawa dan kerugian materi akibat erupsinya. Banyak pihak juga yang sudah bahu membahu membantu saudara-saudari yang menjadi korban. Pemerintah pun sudah turun tangan merelokasi sebagian korban.

Beberapa saat, Sinabung serta orang-orang di sekitar sempat terlihat sedikit tenang. Beberapa warga pun merasa aman dan yakin untuk kembali beraktivitas. Bahkan, kembali bermukim di zona-zona yang masih rawan erupsi.

losd gamber
Losd Desa Gamber (Kecamatan Simpang Empat) sehari setelah dilanda guguran awan panas yang mengambil korban 9 warga setempat. Foto: JHON ROCKY.

Semua tersentak, saat kembali ada nyawa yang harus melayang akibat semburan awan panas Sinabung beberapa waktu lalu. Publik dan media pun kembali ramai menyoroti, mengomentari begini dan begitu. Bahkan, sampai menyalahkan satu dengan lainnya.

Orang-orang yang berada jauh dari lokasi seperti saya , hanya bisa berdoa agar keluarga yang tertimpa musibah dikuatkan. Berharap kali ini benar-benar ada tindakan yang lebih signifikan dari pejabat terkait. Karena, bencana itu sudah pernah terjadi. Hanya berbeda skala, waktu, intensitas dan lokasi.

Berharap warga yang masih berada di zona terdampak erupsi menyadari ancaman-ancaman yang setiap saat bisa merenggut nyawa mereka. Adanya kembali korban nyawa dan kerugian lain bisa diakibatkan ketidakwaspadaan manusia itu sendiri. Jika mereka tidak lagi berada dalam Zona Bahaya (Zona Merah), kemungkinan besar tak ada korban lagi. dan , memang benar ada pihak atau lembaga yang wajib dilibatkan kembali untuk bertanggungjawab atas bencana ini.

Mengapa masih ada warga yang mendiami Zona Bahaya? Apakah pihak yang dipercayakan menangani hal tersebut lalai dari tugasnya?

Ini bukti dari belum sempurnanya solusi dan penanganan terhadap Sinabung dan penduduk sekitar. Belum lagi pembiaran para penduduk atau pengungsi hidup tanpa perubahan.




Apakah hanya syarat nuansa pencitraan saja ?

Yang pasti, isi perut bumi tetap bergejolak setiap saat. Alam tak bisa diatur. Alam tak peduli dengan siapapun yang jadi korban, siapa yang membantu meringankan beban korban. Kita wajib peduli pada diri sendiri, bertanggungjawab kepada diri sendiri untuk bijaksana menyikapi tanda-tanda alam.

Dari setiap erupsi, ada catatan waktu, bencana yang ditimbulkan serta skalanya. Belajar dari data, korban bisa diminimalisir bahkan mungkin tidak ada lagi. Tak lagi hanya menyalahkan pemerintah, apalagi alam.

Desak yang perlu didesak, untuk segera mengakhiri korban nyawa serta mempersiapkan anak-anak Taneh Karo yang lahir di pengungsian dan Zona Bahaya agar mereka bisa menikmati nyamannya hidup layak di tempat yang aman.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.