Oleh FERRY IPENK S. GINTING (Seberaya, Karo Julu)
Saya adalah angkatan baby boomer yang difergent, kak. sejak awal dilaksanakan lagi festival ini aku selalu menyuarakan keberatanku karena festival tersebut membuat konsentrasi massa menumpuk di Berastagi. Menyebabkan Kota Berastagi terlihat seperti pelacur yang melayani tamu terlalu banyak.
Menjadi awut-awutan, serbut kek bulu kemaluan (gitu cara ngomongku ke bupati terdahulu), lanai terosari (tak bisa diurai lagi).
Terus, yang ke dua, festival tersebut sama sekali tidak berdampak pada petani bunga dan buah karena harga jual bunga dan buah tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Seandainya bentuk acara festival itu tidak menumpuk di Berastagi, konsentrasi massa akan terurai dan kemacetan lalu lintas gak akan parah di setiap kecamatan yang dekat dengan Berastagi; seperti Kecamatan-kecamatan Dolat Rayat, Tiga Panah, Simpang Empat, dan Kabanjahe.
Diadakan pertunjukan misalnya acara seni dan budaya dipusatkan di Desa Lingga, Seberaya dan Dokan. Untuk pameran bunga dan buahnya dipusatkan di sentra penghasil bunga (Desa Raya) dan sentra penghasil buah (jeruk, terung jepan dan markisah) di Kecamatan Merdeka. Buah Naga di Kecamaan Payung. dan lain-lain. Dengan cara ini pasti petani akan mendapat manfaat secara langsung.
Tapi, ya, itu tadi, sepakat dengan kam. Siapalah diri ini, gak punya duit gak punya kuasa.