Kolom Sri Nanti: SEGALA SESUATU ADA MASANYA

Banyak yang mengeluh, sekarang kebebasan menuangkan fikiran terancam oleh netizen yang mereka sebut Buzzeeer (e nya tiga) dan membandingkannya dengan zaman dahulu kala, dimana mereka bisa menulis dan beropini apa saja tanpa ada protes dari para penonton/ pembaca. Jadi, gini ya, zaman dulu itu belum ada komunikasi dua arah antara narasumber media cetak dan elektronik dengan penonton atau pembaca.

Kita hanya disuguhi berita dan opini tanpa punya akses untuk menyanggah atau menyatakan ketidaksetujuan.

Misalnya, zaman dulu, setiap malam ada slot khusus di TVRI bertajuk Laporan Khusus. Apapun acaranya harus diskors 30 menit sampai 1 jam untuk siaran langsung dari seorang menteri. Padahal kami sedang menunggu-nunggu sinetron kesayangan, sementara strum akinya sudah mau habis, belum ada listrik.

Tapi, kami nggak bisa protes. Terpaksalah kami tonton saja itu acara sambil ngedumel dalam hati. Mau ngedumel keras-keras takut didengar dinding dan pepohonan. Coba kalau saat itu sudah ada media sosial seperti sekarang. Pasti langsung kami photo TVnya terus kami unggah di sosmed dengan caption:

“Ini acara nyebelin banget ya, orang mau nonton sinetron malah diselingi acara mancing, nggak peka banget dengan rakyat yang haus hiburan.”

Atau saat kami membaca kolom opini di koran, walaupun kami marah dan tidak setuju dengan opini yang dimuat, kami nggak bisa langsung cuap-cuap protes. Kalau mau bikin sanggahan pun harus nunggu berminggu-minggu baru dimuat. Kalau dimuat sih.

Jadi, yang bikin opini tidak tahu kalau sebenarnya pembaca tidak setuju bahkan menertawakan opininya. Iya benar, zaman dulu tidak ada apa itu Buzzeeer. Kita bebas menulis dan beropini apapun tanpa sanggahan.

Satu-satunya resiko yang ada cuma ilang saja. Nggak ada resiko diudal-udal sampai borok terdalamnya oleh netizen. La, sekarang, setiap orang bebas beropini, bebas menulis, bisa dibilang setiap orang punya media, dan media itu punya ruang pembaca yang pembacanya punya akses komunikasi dua arah.

Kita beropini ngawur ya pasti langsung dikomentari atau disanggah. Kabar buruknya, yang membaca kolom opini di sosial media kita itu latar belakang pendidikan, sosial ekonomi, pemahaman agama dan budayanya berbeda-beda.

Jadi, ya wajar kalau akhirnya komentar-komentar yang diberikan juga bermacam-macam. Dari yang berkelas sampai yang recehan bahkan kasar dan tidak sopan… Ya itulah resiko perubahan zaman. Sekarang kita sudah berada di era kebebasan, tidak ada lagi yang bisa memonopoli informasi.

Kalau belum bisa move on dari zaman monopoli informasi, ya balik aja ke zaman dahulu kala, nulis di diary.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.