Sejak Pandemi: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN USIA DINI MENINGKAT DI KABUPATEN KARO

EDY S. GINTING | KABANJAHE | Jumlah perkara di Pengadilan Agama Kabanjahe mengalami lonjakan berarti selama masa pandemi atau 2 tahun terakhir ini. Terjadi peningkatan jumlah perkara sebanyak 200% dari jumlah perkara sebelumnya yang biasanya cuma 100 perkara.

“Ini sudah hampir 300 perkara. Berarti ada penambahan jumlah sebanyak 200 perkara atau 200%,” kata Sri Armaini, Ketua Pengadilan Agama Kabanjahe, kepada SORA SIRULO kemarin [Selasa 22/3].

Lebih mengejutkan lagi, bukan hanya perkara perceraian dan gugatan harta gono-gini yang mengalami kenaikan. Juga perkara pernikahan usia anak atau dispensasi perkawinan yang melonjak secara tajam.

Sri Armaini menjelaskan, usia 19 tahun adalah batas terendah untuk mendapatkan persetujuan dari Kantor Urusan Agama (KUA) dalam pelaksanaan pernikahan. Sementara itu jika terjadi pengajuan pernikahan bagi anak di bawah batas usia yang telah ditentukan, KUA akan menyerahkan kasus tersebut ke Pengadilan Agama.

FOTO: Ketua Pengadilan Agama Kabanjahe (Sri Armaini)

Perkara dispensasi kawin melonjak hingga 500%. Sebelum pandemi, perkara tersebut hanya berkisar 10, namun saat ini mencapai 50 perkara.

“Perkara dispensasi kawin yang ada di Pengadilan Agama Kabanjahe lonjakannya sangat menonjol. Dua tahun lalu sebelum pandemi perkaranya di bawah 10. Kini, mencapai 50 perkara. Ada lonjakan sebesar 500%,” jelas Sri Armaini.

Perempuan berhijab ini mengaku kewalahan membendung lonjakan angka kasus dispensasi kawin, meski pihaknya telah membuat MOU kepada Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Karo. Kesepakatan tersebut bertujuan melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menekan angka pernikahan usia anak di bawah 19 tahun.

Ia menjelaskan hal itu terjadi akibat angka putus sekolah yang melonjak di Kabupaten Karo. Menurutnya, selama pandemi, anak-anak tidak tertarik meneruskan pendidikan formal sehingga mengambil keputusan untuk melakukan pernikahan.

“Selain itu banyak juga yang memilih ikut bekerja dengan orangtua atau memilih bekerja serabutan,” ujarnya.

Dia menambahkan, sistim pembelajaran luring dan daring mempersulit warga ekonomi rendah mendapatkan akses pendidikan. Sistem pembelajaran online membutuhkan sarana khusus berupa android dan internet yang tidak semua kalangan mampu mendapatkannya.

“Kalangan ekonomi rendah yang tinggal di daerah sulit mendapat akses internet. Hal tersebut menjadi tampak wajar, sebab Kabupaten Karo merupakan wilayah perbukitan yang akses internetnya tidak merata. Warga yang minim akses itu memilih berhenti sekolah,” paparnya.

Meski begitu, perkara dispensasi kawin tidak semuanya mendapat persetujuan pengadilan. Perlu pertimbangan lebih mendalam dari segi kebaikan dan mudaratnya.

“Tidak semuanya kita putuskan mendapat dispensasi karena harus kita pertimbangkan lebih dalam lagi,” Kata Ketua Pengadilan Agama Kabanjahe ini.

Sementara itu, untuk kasus perceraian banyak terjadi di masa pandemi dikarenakan faktor ekonomi. Banyak sektor lapangan kerja yang terkena imbasnya. Mulai dari hilangnya pekerjaan, menurunnya pendapatan dan matinya sektor wirausaha.

Hal itu sejalan dengan meningkatnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT, kriminalitas dan perselingkuhan yang mendorong terjadinya perceraian di Kabupaten Karo.

“Untuk masalah gugat cerai yang diajukan oleh istri didominasi oleh faktor ekonomi,” terang Sri Armaini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.