Kolom Telah Purba: Bermotor Sendiri dari Jakarta ke Medan, Asyik ….

Fery di Pelabuhan Merak

 

Beberapa waktu lalu, saya mencoba berkendaraan seorang diri dari Jakarta ke Medan, mengendarai sepeda motor seorang diri. Berikut ini kisah perjalanannya.

Berangkat pagi sesudah selesai sembahyang subuh, adalah hal yang wajib buat saya, sambil memohon pertolongan Allah, agar sudi mengutus malaikatnya menjaga keselamatan saya selama perjalanan. Rute yang saya pilih adalah Bogor via Serpong menuju Kota Tangerang, dan selanjutnya menemukan jalan raya yang dulu dibuat oleh Pemerintahan Daendels (di buku sejarah disebut Anyer–Panarukan).

Itulah jalan raya Merak–Jakarta dan selanjutnya mengarah ke Kota Pelabuhan Merak.

Tiba sekitar Pukul 10.00 pagi, tentunya saya sempatkan dulu makan di warung Padang dekat pintu masuk pelabuhan Merak untuk mengisi perut. Sesudah itu, barulah masuk ke dalam perut kapal ferry yang akan menyeberangkan saya ke Tanah Sumatera, yang tepatnya Pelabuhan Bakauheni (Lampung Selatan).

Setelah membeli tiket kapal seharga Rp. 45.000 sambil menyerahkan STNK buat pendataan, saya dipersilahkan memasuki kapal. Di dalam kapal saya langsung cari tempat khusus agar bisa istirahat dan tidur walaupun cuma beberapa waktu saja.

Pelayaran 2 jam lebih terasa cepat sekali berlalunya …. maka sampailah di Pulau Sumatera. Begitu keluar dari kapal, segera saja saya isi bensin untuk pengisian pertama kali di perjalanan itu. Full tank, hanya 18.000 rupiah saja. Irit sekali, kan?

Suasana di perjalanan

Di Bakauheni, begitu bertemu simpang tiga, yang ke kanan mengarah ke Lintas Timur Sumatera, segera saja saya belokkan ke situ. Saya ingin menikmati perjalanan seorang diri ini tanpa ingin melihat keramaian Kota Bandar Lampung Teluk Betung, dan seterusnya.

Di Lintas Timur Sumatera ini, sangat nyaman berkendara dan saya pun bisa memacu kecepatan dengan sesuka hati antara 80 sampai dengan 100 km/ jam, karena aspalnya mulus. Di ujung jalan ini akan bertemu dengan simpang tiga kota kecil Menggala, dan saya berbelok ke kanan, menuju perbatasan Lampung dan Sumsel.

Di daerah yang terkenal dengan banyaknya kriminal ini saya berhenti dan makan sambil istirahat sejenak. Sehabis itu, saya beranjak untuk melanjutkan perjalanan solo saya. Menjelang magrib saya ketemu pom bensin di daerah Pematang Panggang dan itu berarti saya sudah memasuki wilayah Provinsi Sumsel.

Di sanalah saya beristirahat sambil menggelar karpet yang sudah saya persiapkan. Dan, tidur. Besoknya sehabis mandi dan sholat subuh, saya melanjutkan perjalanan. Hari masih gelap dan enak untuk jalan karena sepi. Tak terasa sudah melewati daerah perkampungan Suku Bali, terus kota kecil Tugu Mulyo. Kemudian, tibalah di restoran Pagi Sore di daerah Teluk Gelam untuk mengisi perut di pagi itu… wow sedap.

Penulis di Jembatan Musi 2

Sesudah itu, saya beranjak lagi dan melewati Kota Kayu Agung, terus ke Indralaya yang terkenal karena ada Universitas Sriwijaya, sambil sepintas melirik jalan tol baru yang sudah dibangun di sana, bernama Palindra alias Palembang Indralaya.

Memasuki Palembang, saya tidak memasuki kota. Saya menghindari daerah padat kendaraan yang dimulai dari daerah Kertapati-Jembatan Ampera – Jl. Jendral Sudirman terus ke arah Bandara Talang Betutu. Saya ambil jalur ring road lewat Jembatan Musi 2 ke arah Jambi dan keluar di daerah Alang-alang Lebar, lanjut terus ke arah Betung dan Jambi.

Sepanjang Jalan antara Palembang dan Jambi, saya lalui dengan santai, tetap mempertahankan kecepatan seperti biasanya. Menjelang magrib, tibalah saya di Kota Jambi dan mencari penginapan. Besoknya lagi, pagi hari, saya sudah berangkat untuk menyelesaikan “long trip” ini.

Keluar dari kota Jambi, akan langsung bertemu dengan jembatan Batanghari, yang membentang di atas sungai Batanghari, dan tentunya kita akan ingat bahwa sungai inilah yang terpanjang di Indonesia. Hulunya ada di daerah Gunung Kerinci (Jambi) dan melintasi daerah Kabupaten Dharmasraya (Sumatera Barat) lalu membelah Kota Jambi sebelum akhirnya bermuara di Selat Malaka di Pantai Timur Sumatera.




Selepas jembatan ini, kita akan ketemu dengan Desa Sengetti yang terkenal karena buah dukunya yang paling manis dari semua duku yang pernah saya cicipi. Duku daerah ini kulit buahnya agak putih jika dibandingkan dengan duku Komering maupun Kayu Agung.

Melewati jalur Jambi Pekanbaru, wow sangat asyik, karena jalanan yang mulus. Di daerah perbatasan Jambi Riau banyak sekali kita melihat warung yang kelihatannya milik orang pendatang dari Karo dan Batak, sangat bisa dikenali dari namanya.

Memasuki daerah Riau, tidak terasa memori otak saya langsung teringat 20 tahun silam. Ketika itu masih terlihat hutan lebat di kiri kanan jalan. Kini sudah berubah jadi kebun sawit dan desa yang maju. Sangat jauh berbeda dengan Taneh Karo, yang dalam kurun waktu sama tidak terlalu terlihat kemajuannya. Dengan tidak terasa, saya sudah memasuki daerah Belilas, lalu Pematang Reba (simpang ke Kota Tembilahan) lalu Ukui, Sorek dan Pangkalan Kerinci di Kabupaten Pela.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.