Terzolimi adalah salah satu mantra manjur dalam persaingan politik di Indonesia. SBY mendapat banyak suara untuk menjadi Presiden RI karena memerankan pihak terzolimi saat dia menjabat menteri di Kabinet RI yang dipimpin oleh Megawati.
Demikian juga saat ini. Issue-issue saling menzolimi telah gencar dilayangkan.
Mulanya muncul issue kalau keluarga Jokowi sakit hati terhadap Megawati sehingga diharapkan rakyat maklum mengapa keluarga ini malahan mendukung Prabowo untuk bisa menjadi Presiden RI.
Lalu, muncul pula issue balasan kalau beberapa ketua partai mengusulkan Jokowi 3 periode dan Megawati menolaknya. Issue ini pertama kali muncul dari mulut Adian Napitupulu yang dikonfirmasi oleh Sekjen PDIP (Hasto Kristiyanto).
Sebelum Hasto mengkonfirmasinya, wartawan sudah terlebih dahulu menanyakannya kepada Ketua DPP PDIP (Puan Maharani).
Puan sepertinya tidak menolak dan tidak mengiyakan, tapi beritanya yang kemudian muncul di banyak media seolah Puan menolak adanya permintaan itu. Sehingga muncul pula issue tambahan mengapa Ketua Umum dan Sekjen PDIP tidak satu kata dalam hal itu.
Sepertinya Puan sudah sadar adanya “perang issue” yang mencoba mem-framing ibunya (Megawati) dan dirinya (Puan) sebagai perempuan brengsek. Issue seperti itu akan mudah membara di Indonesia bila disiram pula dengan minyak yang menyuarakan, menurut agama tertentu, “perempuan tidak pantas jadi pemimpin”.
Issue seperti itu pernah dilayangkan untuk menjegal Megawati menjadi Presiden RI. Issue ini terutama dilancarkan oleh Amin Rais yang dulunya kawan seperjuangan Megawati dalam menggerakan Reformasi bersama Gus Dur.
Sepertinya Megawati dan Puan menyadari pancingan itu sehingga mereka tersenyum-senyum saja bila ditanyakan apakah memang ada persoalan antara Megawati dan Jokowi.
Pendiaman keanggotaan Gibran di PDIP adalah, menurut hemat saya, bagian dari strategi menghadapi senjata terzolimi. Tampaknya pihak Gibran mengharapkan tindakan pemecatan dari PDIP agar dia bisa pula “mempertanyakan” peraturan mana yang dilanggar sehingga dipecat.
Bila pihak PDIP terutama Megawati maupun Puan marah-marah dengan tuduhan ini itu tanpa bisa menunjukkan peraturan PDIP yang dilanggar oleh Gibran, pihak Gibran sudah bisa pula melancarkan serangan menyatakan telah terbukti otoritas Megawati dan Puan.
Menyadari taktik seperti itu, PDIP sampai saat ini tidak melakukan pemecatan terhadap Gibran. Mereka seolah menunggu Gibran sendiri yang mengundurkan diri. Bila dia tetap tidak mengundurkan diri issue lanjutannya kemungkinan adalah dugaan PDIP berdiri di dua kaki sehingga, diharapkan, sebagian simpatisan PDIP toh memilih pasangan Prabowo dan Gibran.
Dugaan berdiri di dua kaki akan sangat merugikan PDIP karena, bukan hanya akan ada simpatisannya yang memilih pasangan Prabowo dan Gibran, tapi juga akan melibatkan PDIP dalam dugaan persengkongkolan antara Jokowi dengan Prabowo, ketua-ketua partai-partai politik tertentu, Mahkamah Konstitusi (MK) dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam melanggengkan Gibran menjadi Wakil Presiden RI.
Maka berkuranglah “beban dosa” yang dituduhkan orang-orang terhadap Jokowi. Bahkan, bisa jadi, Megawati dan Puan ikut kecipratan dosa.
Memperhitungkan semua kemungkinan itu, sebisa mungkin hendaknya Megawati dan Puan tidak menunjukan kemarahannya kepada Gibran maupun Jokowi. Mereka memang sedang memancing kemarahan Megawati maupun Puan agar terbukti bahwa pindahnya keluarga Jokowi ke lain hati adalah karena kebrengsekan dua perempuan ini atau karena PDIP berdiri di dua kaki. Kedua dugaan itu akan merugikan pasangan Ganjar dan Mahfud.
Terlepas dari benar tidaknya issue-issue yang sudah dilayangkan oleh kedua belah pihak, ada baiknya Megawati dan Puan tidak terlalu menanggapinya. Lawan memang sedang menyasar kedua perempuan ini untuk mendapat simpati rakyat pemilih. Biarkan para bawahan seperti Hasto dan Adian membalas issue-issue itu.
Di samping membalas issue-issue dari pihak lawan, sebaiknya PDIP terutama Megawati, Puan, dan Ganjar terus ke arah pendalaman program-program partai yang akan diemban oleh Ganjar dan Mahfud bila terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.
Menurut pengamatan saya, pihak lawan hanya mau “berperang” issue murahan di permukaan agar PDIP tidak punya waktu untuk mengadakan kampanye mendalam, menggapai dasar permasalahan bangsa dan negara. Soal program, mereka akan mengklaim melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Jokowi.
Lanjutkan membahas Kedaulatan Pangan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Silahkan dikonfrontasikan konsep Kedaulatan Pangan (PDIP) dengan Ketahanan Pangan (Gerindra). Masih banyak rakyat yang belum tahu perbedaan Kedaulatan Pangan dengan Ketahanan Pangan.