Kolom Asaaro Lahagu: SOAL SAMPAH JAKARTA. Anies-Pepen Gagal Paham, Ahok Benar

Gubernur Anies yang santun, ribut dengan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi (Pepen) soal sampah Jakarta. Ributnya bukan kepalang. Keduanya saling serang, saling menyalahkan, saling mengklaim dan saling menyindir. Keributan kedua kepala daerah bertetangga ini terus berlanjut. Tak ada yang mengalah. Keduanya tak mau bertemu untuk mendinginkan suasana.

Malah Anies yang santun terus memanaskan situasi dengan meminta Bekasi mengemis ke Pemprov Jabar dan bukan ke Pemprov DKI.

Tak kalah kerasnya, Pepen, Wali Kota Bekasi, menyindir Anies sebagai raja langit ke tujuh yang sulit diajak berkomunikasi. Bahkan Pepen membandingkan Anies dengan Ahok yang lebih bijak. Anies dikritik oleh Pepen sebagai orang yang hanya pandai bersilat lidah.




Keributan Anies vs Pepen hingga hari ini [Senin 22/10] terus mengguncang seantero media mainstream dan media sosial. Hiruk pikuk keributan mereka menjadi menu menarik dalam beberapa hari ini. Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa keduanya ribut? Lalu siapa yang salah? Mari kita ulas hal itu dengan hati riang gembira, sehat, aman dan bahagia selamanya.

Soal sampah, Jakarta sudah harus membuat revolusi. Kota ini memproduksi sampah 7 ribu ton per hari. Sebagian besar sampah itu dibuang ke Bantar Gebang, Bekasi. Syukur, Bekasi masih menerima sampah bau DKI. Jika Bekasi menolak, bisa terjadi perang sampah.

Sebagai tempat pembuangan sampah, Bekasi jelas menderita. Bau segala jenis dari sampah, mengotori puluhan kilometer udara di Bekasi. Belum lagi kerusakan lingkungan, timbulnya bibit penyakit dan segala macam kerugian lainnya akibat sampah Jakarta.

Dee Lestari di Bantargebang (foto dari instagram.com/deelestari)

Oleh karena menjadi tempat pembuangan sampah, wajarlah jika Bekasi meminta kompensasi bau. Dan kompensasi itu sudah diberikan Jakarta untuk tahun 2018 Rp 194 miliar. Nah, apakah duit ini untuk tahun 2017 atau tahun 2018? Entahlah. Yang jelas ada duit yang telah dikirim Jakarta ke Bekasi pada bulan Mei 2018 sebesar Rp 194 miliar. Ada bukti setoran itu.

Dana kompensasi bau itu digunakan oleh Bekasi untuk dana Bantuan Langsung Tunai kepada 18.000-an KK di sekitar TPST Bantargebang. Selebihnya untuk 3 item lainnya, yakni pemulihan lingkungan, penanggulangan sampah dan pelayanan kesehatan warga yang terdampak sampah Bantargebang.

Persoalannya sekarang adalah soal dana hibah. Selain kompensasi bau sampah, ada juga permintaan Bekasi untuk dana hibah yang nilainya mencapai Rp 2 triliun untuk tahun 2018. Dana itu digunakan untuk berbagai proyek pembangunan infrastruktur untuk memperlancar pengiriman sampah DKI ke Bantargebang.




Permintaan dana hibah itu cukup masuk akal. Jakarta diminta bantuannya untuk ikut juga membangun infrastruktur Bekasi demi memperlancar dan meminimalisir dampak kemacetan hilir-mudik 2.000 truk sampah DKI setiap hari. Dana inilah yang disebut dana kemitraan.

Apakah Jakarta berkewajiban ikut membangun sebagian infrastruktur Bekasi? Ya. Mengapa? Karena Jakarta bertetangga dengan Bekasi. Jakarta membuang sampahnya di Bekasi. Jakarta punya dana sangat besar dari pada Bekasi.

Di sinilah letak gagal pahamnya Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia tidak mau membantu Bekasi dalam membangun infrastrukturnya. Gagal pahamnya Anies ini bisa dilihat dari ucapannya soal dana kemitraan itu.

empat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang–Antara/Halidz Mubarak

“Sudah begitu, diramaikan bukan yang menjadi kewajiban kita pula. Dan harus diingat, Bekasi itu masuk provinsi mana, coba? Jawa Barat. Kalau mau minta, ke pemprov mana harusnya diminta? Kok mintanya ke Jakarta?” kata Anies di Balai Kota DKI kemarin [Minggu 21/10] sebagaimana dilansir oleh Kompas.com.

Jika Anies tidak mau membantu Bekasi soal infrastruktur, maka Anis mengabaikan Bekasi sebagai kota tempat pembuangan sampah Jakarta. Wali kota Bekasi bisa saja membalik argumen Anies itu. Sampah Jakarta kok dibuang ke Bekasi? Kok tidak buang ke wilayah Jakarta atau mengolahnya sendiri? Di sinilah gagal pahamnya Anies.




Gagal paham Anies yang ke dua adalah soal komunikasi. Pepen sudah membongkar ke media soal sulitnya berkomunikasi dengan Anies. Menurut Pepen, komunikasi dengan Anies ibarat berkomunikasi dengan seorang raja di langit lapis ke tujuh. Pepen mengakui sudah beberapa kali mengirim surat soal dana kompensasi dan dana kemitraan itu. Namun Anies tidak meresponnya, apalagi untuk diajak bertemu.

Oleh karena Anies tidak merespon ajakan komunikasi itu, maka Pepen meramaikannya di media. Sekarang Anies gagal paham soal komunikasi dengan tetangganya. Setelah ramai di media, Anies baru menyayangkan sikap Bekasi yang meramaikan masalah dana kemitraan atau dana hibah di media. Anies baru sadar kegagalan pahamnya soal mengabaikan komunikasi dengan tetangganya setelah ramai di media.

Lalu, di mana letak gagal pahamnya Rahmat Effendi alias Pepen, Wali Kota Bekasi itu?

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, di Bekasi (Jawa Barat). Foto: Risky Andrianto /AntaraFoto

APBD kota Bekasi Rp 6 triliun lebih besar pasak daripada tiang. Pendapatan kota Bekasi hanya Rp 5 triliun, sementara kebutuhan belanja Rp, 5,8 triliun lebih. Artinya kalau dibulatkan ada defisit hampir Rp 1 triliun. Jelas APBD Bekasi tidak cukup untuk membiayai kebutuhan belanjanya. Dalam hal ini DPRD dan Pepen tidak mampu merencanakan keuangan daerahnya dengan baik.

Bayangkan sebuah kota membuat anggaran sangat besar dan minus hampir Rp 1 triliun. Besarnya defisit itu karena gaji tunjangan para pejabatnya yang terlalu tinggi mencapai Rp 75 juta per pejabat dan membangun proyek multi years.




Lalu, Pepen mengharapkan defisit itu ditutup dengan dana hibah dari Jakarta. Itulah sebabnya Pepen mengajukan dana hibah hingga Rp 2 triliun ke Jakarta. Karena butuh duit, Pepen ngotot dana hibah itu segera dicairkan. Caranya dengan menggunakan isu sampah. Ini jelas gagal paham Pepen soal APDB. Mengharapkan dana hibah untuk menutup defisit APBD adalah sebuah kelebaian. Buatlah APBD yang sesuai dengan kemampuan dan bukan bergaya-gaya sok hebat.

Sementara Anies yang tidak pandai mencari uang, sangat pelit dan super kikir memberikan dana kemitraan itu. Anies tidak mau memberi dana hibah ke Bekasi. Ia tidak punya uang lebih untuk membantu tetangganya. Anies adalah dosen, teoritikus. Anies bukan praktisi soal mencari duit. Anies hanya cerdas menutup atau mencabut izin. Anies tidak seperti Ahok yang cerdas mencari duit besar dari swasta untuk membangun berbagai proyeknya.

Jika selama ini Ahok mampu memberikan dana hibah dan dana kemitraan ke Bekasi selama ia menjadi gubernur, itu karena Ahok sangat pintar mencari uang lebih. Ahok punya duit banyak. Karena itu, ia bisa memberikan dana kompensasi bau dan dana hibah yang besar kepada Bekasi. Selain itu, Ahok sangat paham benar soal kemitraan daerah penyanggah Jakarta. Sementara Anies dan Pepen jelas gagal paham karena mereka tidak mampu mencari uang lebih untuk memajukan kotanya.

Jadi soal sampah Jakarta, Anies-Pepen gagal paham, Ahok benar. Begitulah kura-kura. #JokowiLagi.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.