Kolom Andi Safiah: SUBJEKTIF DAN PRIVAT

Saya kira urusan percaya apapun jenis kepercayaan itu adanya di ruang privat yang sifatnya subyektif. Tidak ada satupun yang bisa menggugat apapun “isi” atau “sesuatu” yang dipercaya. Persoalan biasanya muncul ketika ada yang bikin pertanyaan begini: “Apakah anda percaya sama Tuhan?”

Padahal, jelas pertanyaan di atas tidak penting, kecuali memang untuk perang opini.

Sama halnya ketika seseorang secara sengaja mengajukan pertanyaan yang sama tidak pentingnya seperti “apa agama anda?”. Tapi, di depan pertanyaan itu ada kalimat “maaf”. Ini juga jenis pertanyaan basa basi busuk yang tujuannya juga hanya untuk memastikan kita sedang berbicara dengan diri kita sendiri, atau paling tidak dengan mereka yang “Imannya” sama.

Di balik pertanyaan basa basi busuk di atas sebenarnya ada ketakutan yang bersembunyi di balik layar pikiran kita. Kita sadar pertanyaan seperti ini hanya mungkin diajukan jika kita secara mental siap mendengarkan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan kita. Tapi, jika tidak siap, lebih baik tidak perlu.

Sejarah manusia bercerita bahwa pertanyaan seperti di atas bisa membawa petaka serius jika dua manusia yang berinteraksi tidak membawa bekal. Minimal bekal mental dan pengetahuan yang cukup.

Kedua element itulah yang membuat perdaban manusia bergerak secara acak. Biasanya banyak digunakan oleh para pemikir bebas untuk mencari jalan keluar atas polemik internal umat manusia, yaitu “kepo” atau untuk menjawab rasa penasaran mereka.

Bukan berarti kita langsung alergi dengan aktivitas purba manusia yaitu “bertanya”. Sama sekali tidak. Tapi, bertanyalah dengan gaya Isaac Newton atau gaya penasaran Copernicus, Einstein, Borh, Heisenberg, hingga Tyson. Mereka mencoba mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang benar. Hasil dari pertanyaan mereka adalah Revolusi ilmu pengetahuan.

Misalkan contoh pertanyaan dari Isaac Newton yang kemudian melahirkan Kalkulus untuk menghitung massa sebuah benda. Pertanyaan beliau begini: “Jika apples jatuh, apakah bulan juga ikut jatuh?”

Pertanyaan ini kemudian membuat kita mengenal istilah Gravitasi dan semua member dari Sapiens bisa memeriksa keotentikan pertanyaan beliau.

Ini jelas pertanyaan yang sifatnya obyektif. Sangat bertolak bekalang dengan pernyataan subyektif di atas. Jadi, urusan percaya dalam kontek pertanyaan Newton adalah ujian-pernyataan beliau bisa diuji. Sementara pertanyaan tentang Tuhan dan Agama sangat sulit diuji karena barangnya abstrak.

Sesuatu yang sifatnya abstrak memang hanya bisa didekati dengan “percaya”. Tanpa itu nilai dari yang abstrak akan runtuh. Sementara yang real seperti apple dan bulan bisa didekati dengan pendekatan obyektif karena barangnya bisa kita amati juga dengan pendekatan obyektif.

Lalu poin anda apa?

Begini, sebelum mengajukan pertanyaan, pastikan dulu anda bisa membedakan mana yang obyektif serta mana yang subyektif dan cenderung personal. , tujuannya agar omong-omong bisa berkualitas, tidak terjun bebas dalam arena chaos’s yang membingungkan.

#Itusaja!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.