Kolom Muhammad Riza: TASAWUF BENTENGI UMAT DARI PAHAM RADIKAL

Inti ajaran agama adalah kasih sayang. Maka dalam memahami agama Islam, ‎bukan hanya sekadar fikih dan tafsir atau ilmu alat saja, tapi juga memperdalam tasawuf dan berthariqah mu’tabaroh. Ini yang tidak ada dalam kelompok radikal. Maka penting bagi kita untuk thalabul ilmi, memperdalam ilmu agama, agar memperoleh ajaran Islam secara utuh yang penuh kasih sayang, inklusif, dan toleran.

Sangat memprihatinkan kita apabila ada sekelompok umat Islam mengangkat simbol-simbol Islam untuk membenarkan aksi anarkisnya terhadap sesama manusia, sarana publik, dan rumah ibadah.

Padahal dulu, ketika Rasulullah Saw melepas tentaranya yang akan berangkat perang, pun memperingatkan para sahabat untuk memperhatikan etika. Sebab bicara tentang etika, berarti bicara tentang prinsip pokok dan misi dasar Islam diturunkan di bumi ini, yakni Islam sebagai “rahmatan lil-‘alamin” (QS.21:107). Dan, ditegaskan oleh Nabi Muhammad Saw sendiri; “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia/ Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq” (HR. Bukhari).

Ada 3 prinsip dasar Islam, jika diperumpamakan seperti pohon: akarnya kuat, batangnya menjulang, dan menghasilkan buah (QS.14: 24-25).

Perumpamaan itu seperti pada hadits sahih;

“Pada suatu hari ketika Nabi Saw duduk bersama sahabat, tiba-tiba seorang datang dan bertanya: ‘Apakah iman itu?’ Nabi Saw menjawab: ‘Iman ialah percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, dihadapkan kepada-Nya, pada Nabi utusan-Nya, dan percaya pada hari berbangkit dari kubur.’ Lalu ditanya lagi: ‘Apakah Islam itu?’

Jawab Nabi Saw: ‘Islam ialah menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan mendirikan shalat.’ Lalu orang itu bertanya lagi: ‘Apakah Ihsan itu?’ Nabi Saw menjawab: ‘Ihsan ialah menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu’…” (HR. Bukhari, kitab Iman bab ke-37).

Inilah yang dimaksud: rukun Iman, rukun Islam, dan rukun Ihsan tersebut di atas. Maka dalam tradisi Aswaja mencakup 3 aspek yaitu: akidah (teologi), syariat, dan tasawuf (akhlak, etika). Seperti pohon, ketiga aspek tersebut harus dijalankan tanpa mengabaikan salah satunya, dimana pohon yang baik itu tentu ada buahnya. Diawal sudah dijelaskan bahwa kelompok radikal banyak yang mengabaikan aspek tasawuf, dulu seperti kelompok khawarij contohnya.

Tasawuf merupakan ilmu tentang kebersihan jiwa, perbaikan budi pekerti, serta pembangunan lahir dan batin guna memperoleh kebahagiaan abadi. Tasawuf dalam arti jalan hidup spiritual secara perorangan, tidak mesti. Namun, tasawuf sebagai ajaran yang mengajarkan kesalehan individual dan sosial, itu mesti karena hal itu merupakan subtansi ajaran Islam.

Dunia fikih dan tasawuf tidak mesti dipertentangkan. Kedua hal tersebut ibarat dua sisi mata uang, sebagaimana disebutkan Imam Malik;
“Siapa yang bertasawuf tanpa berfikih, maka dia zindiq. Siapa yang berfikih tanpa bertasawuf, maka dia fasik. Siapa yang menggabungkan keduanya, maka dia akan sampai pada hakikat.”

Para pelaku tasawuf disebut sufi ini bukan berarti seorang yang menjalankan spiritualitas dengan cara mengasingkan diri. Justru ia bersosialisasi dengan usaha menampilkan visi keagamaan yang autentik, yang mengarahkan diri untuk melampaui kedirian dan egoisme.

Maka seorang sufi harus mampu memahami subtansi ajaran Islam; tidak gampang kagetan, pemikirannya luas, paham akan keragaman pandangan ulama atau mazhab, tawadhu’, dan sebagainya. Sehingga jauh dari sikap absolut, merasa dirinya paling benar dan suci, apalagi sampai mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengannya sehingga halal darahnya untuk ditumpahkan. Naudzubillah min dzalik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.