Kerajaan Urung Senembah (Bagian 3)

Oleh: Jebta B. Sitepu (Namorambe)

 

jebta 2Pertarungan politik antara Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang berimbas pula pada Kerajaan Urung Senembah. Kesultanan Serdang sangat berharap mendapatkan dukungan dari Kejeruan Senembah. Sehingga Sultan Ainan Johan langsung mengangkat saudara dari Kamaluddin Barus yang bernama Sutan Saidi Barus menjadi Kejuruan di Serdang dengan gelar Kejuruan Seri Diraja Serdang pada tahun 1810. Dengan berdirinya Kejuruan Seri Diraja maka kekuasaan Kerajaan Serdang terdapat 3 Kejuruan dari keluarga Senembah yakni Kejuruan Ketaren, Kejuruan Senembah Taduken Raga serta Kejuruan Seri Diraja dikenal dengan Senembah Tanjung Muda.

A. Urung Senembah Patumbak Taduken Raga

[one_fourth]
7. Raja Kamaluddin Barus (1780-1856M)[/one_fourth]

Raja Kamaludin Barus menjadi penerus tahta Senembah saat Ranjuna Barus wafat tahun 1780 M. Raja Kamaluddin Barus dikenal anti Siak dan Deli, sehingga pada masanya memerintah Senembah Taduken Raga, diketahui dua kali dia memukul mundur Siak dari Tanah Senembah. Kegagalan Siak ini dikarenakan seluruh keturunan Simbelang Pinggel yang terdiri dari sembuyak, anak beru, kalimbubu, dan senina, bahu membahu melawan Siak.

Setelah penyerangan Siak, untuk lebih mudah mengontrol wilayahnya yang cukup luas, Kamaluddin Barus pun pindah ke Patumbak Hulu dan menetap di sana. Sementara itu, saudara Kamaluddin Barus yakni Sutan Saidi Barus ditabalkan pula oleh Sultan Serdang menjadi Kejuruan Sri Diraja Sultan Serdang Senembah Tanjung Muda pada tahun 1810M. Munculnya Kejuruan Sinembah Tanjung Muda ini menambah kekuatan Senembah.

Peristiwa pengangkatan Sutan Saidi Barus oleh Raja Serdang Ainan Johan memancing emosi Kesultanan Deli yang memang tidak pernah menyukai Senembah. Sultan Deli, Sultan Amaluddin Mangedar Alam kemudian melakukan hal yang sama yakni dengan menetapkan putra Ganjeras Barus yang bernama Merah Deli Barus sebagai Kurnia Sultan Al Wasubillah Kejuruan Senembah Sri Karma Raja Kilad Deli tahun 1814. Selain itu, Sultan Deli bahkan menerapkan sistem lembaga 4 suku merujuk seperti sistem yang diterapkan di Siak, dimana posisi datuk 4 suku berada sepenuhnya di bawah kendali kesultanan.

“Hal ini tentunya ditentang oleh Urung Sunggal, Sepuludua Kuta dan Sukapiring yang beranggapan bahwa Negeri Urung adalah negeri yang merdeka. Karena menentang, akhirnya Sultan Amaluddin Mangedar Alam menyerang negeri-negeri urung seperti Sunggal, Suka Piring dan XII Kuta, ” lanjut Wan Chaidir.

Sultan Amaluddin memerintahkan kepada Merah Deli Barus untuk menyerang Senembah. Akhirnya terjadilah perang saudara antara keluarga Senembah. Sementara itu, akibat dari tindakan Sultan Amaluddin Mangedar Alam, maka terjadi perlawanan dari Raja-raja Urung seperti yang dilakukan Sunggal yang langsung menyatakan keluar dari Konfederasi Deli. Serta membuat bendera, lambang dan cap sendiri.

Tindakan Raja Sunggal Amar Laut Surbakti yang menyatakan Sunggal keluar dari Konfederasi Deli membuat Kesultanan Deli marah dan akhirnya Deli dibantu Siak menyerang Sunggal. Namun, penyerangan itu tidak berhasil karena Sunggal kembali dibantu oleh Senembah.

Sultan Amaluddin Mangedar Alam benar-benar marah dan kecewa karena ketidakmampuannya menaklukkan Senembah. Merah Deli Barus yang diharapkannya mampu menaklukkan Kamaluddin Barus ternyata tidak dapat berbuat banyak. Sultan Deli itu kemudian mencari cara lain.

senembah 2
Onderneming Patumbah (Patumbak) di wilayh Urung Senembah.

Pengalihan kekuasaan di wilayah Senembah Ketaren, dimana kekuasaan Senembah Ketaren jatuh ke tangan Kamaluddin atas pesan dari Megat Barus, penguasa Ketaren yang wafat tahun 1830 M. Dengan diambilalihnya Kejuruan Ketaren maka statusnya dimasukkan ke dalam Kejuruan Senembah. Peralihan ini dipandang Sultan Deli sebagai suatu yang salah dimana seharusnya tampuk kekuasaan jatuh ke tangan Johansyah Barus anak dari Megat Barus. Hal ini yang akhirnya menimbulkan konflik di kemudian hari antara anak-anak mereka.

Johansyah Barus yang merasa haknya dirampas akhirnya mendirikan Medan Senembah dan menyusun kekuatan untuk mengimbangi pengaruh Kamaluddin Barus dan Sutan Saidi Barus di Senembah Tanjung Muda. Melihat hal ini, Sultan Serdang pun merasa khawatir karena bisa berakibat pecahnya kekuatan Senembah yang secara otomatis mengganggu kekuatan Kesultanan Serdang. Untuk mencegah terjadinya perpecahan, Sultan Serdang kemudian mengekalkan jabatan Johansyah sebagai Kejuruan Ketaren sekitar tahun 1840 di Medan Senembah. Kerajaan Serdang tidak menginginkan Senembah pecah karena Senembah merupakan benteng pertahanannya dalam menghadapi Deli. Hal ini diketahui Sultan Amaluddin Mangedar Alam sehingga mencari celah untuk merayu Johansyah untuk tetap menuntut haknya sebagai pewaris Kejuruan Ketaren.

Sultan Deli bahkan memberikan jaminan kepada Johansyah dengan mengirimkan bala bantuan untuk merebut tahta Senembah karena, bila Senembah jatuh ke tangan Johansyah, dengan sendirinya mempengaruhi Kesultanan Serdang. Tidak bisa dipungkiri, Kesultanan Serdang sangat bergantung pada Senembah, karena Kejuruan/ Kerajaan Senembah merupakan pintu masuk untuk menusuk Kesultanan Serdang.

Perpecahan antara keluarga Senembah dan perang saudara yang diharapkan oleh Sultan Deli pun terjadi. Karena wilayah Medan Senembah berdekatan langsung dengan Senembah Tanjung Muda pimpinan Sutan Saidi Barus, maka meletuslah perang diantara keduanya. Putra tertua Sutan Saidi Barus yang bernama Ali Akbar Barus langsung memimpin pasukan Tanjung Muda untuk menghadang Johansyah Barus yang dibantu Sultan Osman Perkasa Alam yang baru saja diangkat menjadi Sultan Deli.

Sebagaimana telah dijanjikan bahwa Deli akan membantu Johansyah, maka Sultan Osman Perkasa Alam pun mengirimkan bala bantuannya sehingga kekuatan Johansyah semakin bertambah dan akhirnya mampu mengalahkan Ali Akbar Barus dan gugur di pertempuran. Atas tewasnya Ali Akbar Barus mengakibatkan kejiwaan Sutan Saidi terganggu yang akhirnya menjadi gila dan meninggal dunia pada tahun 1855 M.

Adik dari Ali Akbar Barus yang bernama Akir Ali tidak terima dan melanjutkan perlawanan dengan meminta bantuan Kerajaan Serdang sehingga pertempuran pun semakin besar dan meluas. Apalagi Kerajaan Siak juga melibatkan diri dengan membantu Sultan Deli dan Johansyah. Terlibatnya Kerajaan Siak itu membuat pertempuran tidak seimbang dan hampir melumpuhkan Senembah dan Serdang. Namun, Kerajaan Aceh datang dan membantu Serdang sehingga pertempuran menjadi berimbang dan akhirnya dimenangkan oleh Aceh-Serdang-Senembah.

“Takluknya Siak dan Deli ini terjadi pada tahun 1854 M. Aceh kemudian memberikan penghargaan kepada Kerajaan Serdang dengan gelar Wazir Sultan Aceh dengan Mahor Cap Sembilan serta memberikan wilayah-wilayah kewazirannya yang meliputi dari batas Langkat sampai Asahan,” sambung Wan Chaidir.

Karena telah berjasa membantu Aceh maka posisi Kejuruan Senembah di Konfederasi Deli dikembalikan sepenuhnya kepada Kamaluddin Barus. Selain itu, wilayah Kejuruan Senembah Karma Raja Deli yang diperintah oleh Merah Deli Barus diserahkan kepada Kamaluddin Barus. Hanya saja, karena waktu itu Merah Deli Barus sudah tua dan tidak memiliki anak maka diberi kesempatan kepadanya untuk tetap memerintah Senembah Patumbak hilir dan akan mewariskan kekuasaannya kepada anak Kamaluddin bila Merah Deli wafat.

Karena kepentingan Aceh adalah hanya untuk mengusir Siak, dan Sultan Osman telah menyatakan tunduk kepada Aceh, maka Aceh juga menggelar Sultan Osman sebagai wakil Sultan Aceh dan memberikannya Pedang Bawar dan Cap Sembilan. Aceh juga mengakui kalau Deli adalah kerajaan yang berdiri sendiri.

Belum lagi ditentukan siapa yang sesungguhnya menjadi Kejuruan di Senembah Tanjung Muda, Kamaluddin Barus meninggal diperkirakan terjadi tahun 1856 M. Meninggalnya Kamaluddin Barus tentunya menimbulkan kegoncangan di dalam keluarga Senembah. Apalagi saat itu putranya yang bernama Syahdewa Barus masih terlalu muda dan belum menguasai ilmu pemerintahan.

 


[one_fourth]
8. Syahdewa Barus (1856-1871)[/one_fourth]

Kemenangan yang diraih oleh Kamaluddin Barus mengembalikan posisi Raja Urung Senembah di Kesultanan Deli, sekaligus mengambil alih wilayah Merah Deli tahun 1857 M, dan menyatukan kedua Kejuruan itu menjadi Kejuruan Senembah Patumbak di bawah kendali Sahdewa Barus. Dengan dikembalikannya posisi Kejeruan Senembah di Kesultanan Deli, maka selanjutnya Sahdewa Barus yang berwenang mengangkat pengganti pimpinan di Deli.

Tradisi yang dibangun oleh Gocah Pahlawan bersama raja 4 suku kembali berjalan normal setelah hampir 2 abad diabaikan. Sahdewa Barus kemudian mengangkat Sultan Mahmud Perkasa Alam tahun 1858 sebagai Sultan Deli setelah wafatnya Sultan Osman. Di masa-masa ini, seluruh negeri-negeri urung merasa merdeka dan tidak ingin tunduk lagi kepada Deli.

Di lain pihak, setelah berhasil mengusir Johan Syah, Kejuruan Senembah yang diwakili Akir Ali pergi ke Pantai Cermin bertemu Sultan Serdang untuk membicarakan masalah tindak lanjut atas pertempuran dengan Johansyah dan Kesultanan Deli. Namun sayang, saat berada di Pantai Cermin itu akhirnya Akir Ali Barus meninggal dunia sekitar tahun 1861 M.

Setelah peperangan itu dimenangkan oleh Syahdewa Barus dan Kerajaan Serdang maka posisi Syahdewa Barus sebagai penguasa Senembah semakin kuat. Untuk mengokohkan posisinya itu maka Kesultanan Serdang pun mengekalkannya menjadi raja di seluruh Senembah dengan gelar Kejuruan Seri Diraja Wazir Senembah tahun 1862 M. Selain itu, Syahdewa Barus juga membuat Cap sendiri dan menyebut Kejuruannya dengan sebutan “Kejeruan Hamba Allah Ibnu Ranjuna”.

Syahdewa Barus kemudian menikah dengan adik Tengku Matsih, Kejuruan Percut. Entah karena cinta atau karena kepentingan politik, namun yang jelas karena perkawinan itu wilayah Senembah akhirnya mulai berkurang. Hal ini dikarenakan Tengku Matseh memberikan syarat akan menerima pinangan Syahdewa bila sebagian daerah Sinembah mulai dari Amplas hingga ke Percut menjadi wilayah Percut.

senembah 5
Penampilan tari dan musik Karo oleh Sanggar Seni Sirulo di Hotel Tiara, Medan.

Selain berkurangnya wilayah Senembah di bagian hilir, di bagian hulunya juga demikian karena disebabkan oleh adik Sultan Serdang yang bernama Pangeran Mohammad Yasin menikahi putri keluarga Senembah dari Perbapaan Utama di Tanjung Muda yang kemudian mengklaim wilayah itu menjadi miliknya. Bila sebelumnya wilayah Tanjung Muda merupakan bagian dari wilayah Senembah maka setelah Pangeran Muhammad Yasin tinggal di tempat itu maka Tanjung Muda pun terlepas dari Senembah. Bukan itu saja, kedudukan Pangeran Muhammad Yasin yang menjadi wakil Sultan Serdang dimanfaatkannya untuk mencaplok wilayah Senembah lainnya seperti Sienam Kuta dan Sinipurba.

Peristiwa-peristiwa di atas akhirnya mampu mempengaruhi keadaan Urung Senembah yang lambat laun mulai melemah. Sumber Daya Alamnya yang kaya tidak diimbangi oleh kemampuan putra-putranya. Misalkan saja pengganti Akir Ali Barus di Taduken Raga yakni kedua adiknya yang bernama Wan Usuf Barus dan Wan Zainal Barus adalah orang yang tidak berpengetahuan termasuk dalam hal tulis baca. Dapat dibayangkan apa yang terjadi di suatu daerah bila pemimpinnya tidak bisa tulis baca. Demikian juga yang terjadi di Senembah Patumbak, yang dapat dikatakan kekurangan orang-orang yang berkwalitas dan tidak memiliki jiwa patriotis.

Dalam keadaan demikian, tiba-tiba Belanda datang dan menekan Deli berdasarkan Traktat Siak tahun 1858, bahwa wilayah Sumatera Timur dianggap bagian dari Siak yang harus dilindungi oleh Belanda. Dan, yang mengherankan adalah bahwa Deli mengakui apa yang dinyatakan Belanda bahwa Deli bagian dari wilayah kekuasaan Siak.

Deli melupakan kalau 4 tahun sebelumnya Deli dan Siak telah kalah perang dengan Aceh. Kedatangan Belanda itu sesungguhnya diharapkan oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam, yang saat itu sudah kehilangan wibawanya di depan raja-raja urung. Kemudian keduanya membuat perjanjian tanggal 22 Agustus 1862, dimana Sultan Mahmud Perkasa Alam membuat pernyataan tunduk kepada Belanda di atas Kapal Perang Reinier Claassen, di depan Residen Riau E. Netscher dan pembesar-pembesar Siak. Pernyataan Sultan Deli ini adalah pernyataan sepihak dan tidak melibatkan raja-raja urung.


[one_fourth]9. Wan Abdul Rahman Barus[/one_fourth]

Pada saat Syahdewa Barus wafat tahun 1871, ia meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Abdul Rahman Barus. Karena usianya yang masih kecil itu maka jabatan raja akhirnya dipangku oleh Sulung Bahar Barus dari tahun 1871 hingga tahun 1893. Bahkan selama hayatnya, Abdul Rahman Barus tidak pernah menduduki kursinya sebagai Raja Urung Senembah karena terus saja dipangku oleh paman-pamannya. Setelah Sulong Bahar wafat tahun 1893, posisi pemangku dipegang oleh Wan Usop Barus tahun 1893-1903, dan selanjutnya digantikan pula oleh Wan Abdul Kadir Barus tahun 1903-1912M.

Sulung Bahar Barus adalah putra dari Ali Akbar Barus yang sebenarnya sebagai pewaris tahta di Kejeruan Senembah Tanjung Muda. Namun, jabatan Raja Senembah Tanjung Muda ditinggalkan dan lebih memilih menjadi Pemangku Abdul Rahman Barus di Kejeruan Senembah Patumbak. Alasannya dikarenakan perasaan was-was dan khawatir kepada Kejeruan Senembah Patumbak atas keberadaan Kesultanan Deli. Dia takut kalau Deli akan menguasai Senembah karena kelemahan yang dimiliki Abdul Rahman Barus. Sulong Bahar sangat yakin kalau Sultan Deli akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan para pendahulunya.

Kekhawatirannya bukan mengada-ada, karena terbukti ketika Belanda datang ke Deli, Sultan Mahmud langsung melakukan hubungan baik dan mengikat kontrak politik yang merugikan negeri-negeri urung. Sultan Deli yang saat itu dipegang oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam bahkan telah memberikan tanah-tanah ulayat masyarakat Karo Sepuluh Dua Kuta dan Suka Piring kepada pengusaha Belanda untuk dijadikan perkebunan tembakau. Tindakan Sultan Mahmud ini pula yang akhirnya menyebabkan timbulnya Perang Sunggal (Perang Tanduk Banua) yang dikomandoi oleh Datuk Muhammad Dini Surbakti.

Satu tahun setelah terjadinya Perang Sunggal, Sultan Mahmud Perkasa Alam pun wafat dan digantikan oleh putranya Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam. Saat itu yang mewakili Senembah dalam pengangkatan sultan adalah Sulong Bahar Barus pada tahun 1873 M. Tapi tidak lama setelah itu, Sulong Bahar Barus justru terlibat dalam perlawanan kepada Sultan Deli dan Belanda dengan membantu Datuk Muhammad Dini Surbakti membakar bangsal-bangsal perkebunan tembakau.

Datuk Muhammad Dini Surbakti, menurut kultur keluarga merupakan pamannya (anak dari saudara perempuan kakeknya). Apalagi hubungan antara Senembah dan Sunggal sangat dekat sekali dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bila yang satu mengalami masalah maka yang lainnya wajib membantunya. Mereka selalu bahu membahu melawan musuh-musuhnya sehingga kerajaannya tidak pernah kalah dalam peperangan.




Bahu membahu itu disebabkan karena hubungan perkawinan antara keturunan dari kedua Kerajaan tersebut. Ibu Datuk Madini Surbakti adalah Nurkasap, saudari perempuan dari Kamaluddin Barus dan Sutan Saidi Barus. Selain itu, kedua istri Datuk Madini Surbakti adalah putri-putri dari Kamaluddin Barus, yakni Fiah dan Nawang (kawin ganti tikar).

Akibat terjadinya Perang Sunggal itu maka akhirnya Belanda melakukan introspeksi diri dan lebih berhati-hati dalam pemerintahan di Sumatera Timur. Belanda kemudian meneliti apa yang menyebabkan perlawanan masyarakat. Dari penelitiannya itu ditemukanlah adanya perasaan tidak puas kepada Sultan Deli yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Akhirnya Belanda memutuskan bahwa tanah Senembah yang dimasukkan ke dalam Deli Offisil diakui bukan merupakan bagian dari tanah sultan sejati (eigenlijk Deli), begitu juga dengan Tanah Senembah yang berada di Serdang. Oleh karena itu, maka Belanda membagi keuntungan dari hasil perkebunan tembakau dimana Sultan Deli/ Serdang mendapat 1/3 (sepertiga), raja urung mendapatkan 1/3 (sepertiga), dan sepertiga lagi untuk sibayak-sibayak.

 


[one_fourth]10. Wan Muhammad Yatim Barus[/one_fourth]

Putra tunggal dari Wan Abdurrahman Barus ini juga mengalami hal yang sama seperti ayahnya bahwa ia menjadi raja di Senembah hanya dalam waktu yang sangat singkat, yakni selama 2 tahun (1912-1914). Singkatnya jabatan yang diembannya karena Wan Muhammad Yatim tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagai raja. Karena itu, jabatan Raja Senembah akhirnya kembali dipegang oleh Wan Haji Abdul Kadir Barus.




Pilihan yang sama juga diambil oleh Wan Abdul Kadir Barus, yang mengikuti jejak ayahnya (Sulong Bahar), yang lebih memilih menjadi Pemangku daripada Raja di Senembah Tanjung Muda. Alasannya tetap sama bahwa ia adalah anti Deli dan tidak percaya dengan Sultan Deli. Sepanjang hidupnya jabatan Pemangku Raja diembannya sehingga banyak masyarakat adat Karo langsung menganggapnya sebagai Raja, walaupun sebenarnya ia adalah seorang raja di Senembah Tanjung Muda. Terkait dengan pengangkatan Sultan Deli, maka Wan Abdul Kadir Barus yang mengangkat Sultan Deli terakhir yakni Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah tahun 1924 M.

Jika melihat catatan perjalanan hidupnya maka Wan Abdul Kadir Barus secara de facto adalah sebagai Raja Kerajaan Senembah Patumbak karena kekuasaan Senembah dijabatnya hingga ia wafat. Wan Abdul Kadir Baros memiliki sifat yang baik, jujur, rajin, dan tidak mau berdiam diri sehingga banyak rakyat yang menganggapnya Raja Senembah

Bahkan karena sikapnya itu pula akhirnya Wan Guntar Alam Barus memintanya menjadi raja di Senembah Tanjung Muda untuk menggantikan posisinya dari tahun 1912 hingga 1915.

Dari catatan di atas maka Wan Haji Abdul Kadir Baros memimpin dua wilayah sekaligus yaitu Senembah Patumbak dan Senembah Tanjung Muda. Wan H. Abdul Kadir Barus meninggal tahun 1932 dan digantikan oleh Wan Umar Bahsyah Barus yang memangku Wan Muhammad Salim Barus yang saat itu masih kecil dari tahun 1932 hingga 1944.

Bersambung




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.