WARGA DAIRI DESAK KLHK –Jangan Setujui Kelayakan Lingkungan PT DPM

Aksi pararel warga Dairi di 3 lokasi: Nasional, Provinsi, Kabupaten

Laporan ITA APULINA TARIGAN Dari Jakarta

Tepat sebulan lalu [Rabu 24/8], perwakilan warga Kabupaten Dairi (baik yang berada di Dairi, Medan maupun Jakarta) sepakat melakukan aksi pararel dengan isu yang sama yaitu, mendesak pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk tidak memberikan persetujuan lingkungan kepada PT DPM. Aksi sekaligus menginformasikan kepada Pemeritahan Tiongkok melaluii Kedubes RRT terkait ancaman bencana ekstrim atas kehadiran perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki China (51%), PT Dairi Prima Mineral.

77 tahun Indonesia Merdeka, tapi keterancaman ruang hidup masyarakat masih menjadi persoalan serius.

Pemerintah perlu memperhatikan pemenuhan Negara atas hak-hak masyarakat mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Kehadiran Industri Ekstraktif di tengah ruang hidup masyarakat membuat masyarakat harus terus berjuang mendapatkan kedaulatan di atas tanahnya sendiri.

Pada tahun 2019 perwakilan Desa Pandiangan, Desa Bongkaras dan Desa
Sumbari membuat pengaduan ke salah satu lembaga Ombudsman Internasional yaitu CAO (Compliance Advisor Ombudsman). Lembaga ini merupakan bagian dari Bank Dunia dan Badan Kepatuhan Independen yang mengawasi IFC (International Finance Corporation) dan MIGA yang merupakan bagian dari Bank Dunia terkait pendanaan DPM yang didanai oleh IFC.

Hasil dari pengaduan tersebut semakin menguatkan kekhawatiran warga Dairi. Laporan CAO menyebutkan bahwa tambang yang direncanakan oleh PT DPM memiliki kombinasi resiko yang tinggi karena beberapa faktor Salah satunya adalah terkait pembangunan bendungan limbah yang diusulkan oleh perusahaan
tidak sesuai dengan standar internasional.

Laporan CAO tersebut dikuatkan oleh pendapat 2 ahli. Steve Emerman (ahli Hidrologi) dan Richard Meehan (ahli bendungan) mengatakan, rencana pertambangan yang diusulkan tidaklah tepat, karena lokasi tambang berada di hulu desa. Berada pula di atas tanah yang tidak stabil dan merupakan lokasi gempa tertinggi di
dunia.

Data-data PT.DPM tidak lengkap terkhusus data tentang pengelolaan dan penyimpanan limbah. Keberadaan fasilitas pertambangan yaitu Pembangunan bedungan limbah seluas 24 ha di hulu desa menjadi seperti bom waktu bencana besar yang akan datang.

Masyarakat Dairi yang berangkat ke Jakarta merupakan perwakilan dari beberapa warga Dairi yang prihatin dan kuatir akan keberadaan tambang. Mereka menyampaikan harapan dan doanya kepada pemerintah terkhusus KLHK dan Kedutaan Besar Cina dengan melakukan kegiatan tradisional Batak yaitu mangandung.

Andung-andung ini merupakan ratapan, jerit tangis. Masyarakat menyampaikan harapan dan doa pada Tuhan ketika dia merasakan kehidupan yang sengsara akan menimpanya di kemudian hari. Pangandung merasakan seolah-olah kehidupan
yang menyengsarakan akan terjadi pada dirinya dan desanya jika tambang beroperasi sehingga dia hanya bisa berharap dan memanjatkan doa-doa pada Tuhan.

Aksi mangandug dilakukan di titik pertama aksi yaitu di depan Kedubes RRT. Massa aksi berharap dapat diterima masuk ke dalam untuk dapat berdialog secara langsung dan menyerahkan dokumen yang terdiri dari petisi masyarakat, surat terbuka dari masyarakat dan laporan CAO agar dapat diterima secara langsung oleh perwakilan dari Kedubes RRT.

Tetapi, sangat disayangkan, setelah menunggu konfimasi selama 1 jam, masyarakat tidak diijinkan masuk ke dalam dengan alasan COVID 19. Perwakilan Kedubes RRT juga tidak mau keluar untuk menemui massa aksi. Mereka hanya mengutus security untuk menerima dokumen-dokumen yang akan disampaikan masyarakat.

Masyarakat yang kecewa akhirnya meninggalkan Kedubes RRT tanpa menitipkan dokumen tersebut pada security. Aksi kemudian dilanjutkan di KLHK.

Sebelum aksi dilakukan, perwakilan masyarakat diundang oleh KLHK untuk beraudiensi. Diterima oleh PDLUK (Ester), Bagian Gakkum (Surya) dan Humas KLHK. Dalam kesempatan tersebut, Mangatur Sihombing (perwakilan masyarakat dari Desa Sumbari) menyampaikan terkait isi Laporan CAO, kejadian bocor limbah
yang dialami warga pada masa eksplorasi PT DPM di tahun 2012 dan kejadian bandang pada Desember 2018 yang merenggut 7 orang korban jiwa. 2 korban tidak ditemukan jenazahnya sampai sekarang.

Marlince Sinambela menambahkan, betapa dia trauma hingga saat ini jika
mengingat musibah banjir bandang yang menyebabkan sawah dan ladang rusak. Masyarakat menuntut pemerintah Indonesia untuk membatalkan proyek ini dan tidak memberikan persetujuan lingkungan ke PT DPM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.