Bedah Budaya: TURANG, NANDE, DAN MAMA — Semuanya Hubungan Pantang Kawin Tapi Juga Sebutan Romantis

Oleh Juara R. Ginting

Ketika saya tanya di tulisan terpisah “MENGAPA NANDE MENGAPA MAMA?”, seseorang mengatakan: “Kutipan lagu: Aku turang, mama Gintingndu kel aku. Jelas bukan antara tutur erturang dengan tutur ermama. Ada kata turang di sini jelas itu ditujukan untuk kekasihnya.” Dia lupa kalau kata turang prinsipnya bukan kekasih, tapi saudara laki-laki (brother) bagi perempuan dan saudari perempuan (sister) bagi laki-laki.

Di Antropologi kata turang biasa diterjemahkan “different-sex sibling”.

Persoalan menjadi lebih menarik dengan menambahkan kata turang, di samping nande (ibu) dan mama (saudara ibu) karena ketiganya adalah pantang kawin tapi malahan dipakai sebagai istilah mesra menyebut seseorang kekasihnya.

Tadinya saya tidak menambahkan kata turang karena fokus saya adalah perbedaan antara merga yang lima (Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, Tarigan) di satu sisi dengan merga-merga lainnya yang menjadi bagian dari kelima merga ini.

Beberapa antropolog menyebut yang kelima merga itu masing-masing Clan dan masing-masing pula bagiannya disebut Subclan.

Dari segi semantik (arti kata semata), adakah indikasi rasa romantik maupun gairah cinta pada istilah-istilah nande dan mama? Tidak ada. Tapi, mengapa itu yang digunakan untuk mengungkapkan rasa cinta dengan menyebut beru atau merganya?

Untuk menjawab itu, menurut hemat saya, mari kita tinjau pula istilah nini (Nini Ginting, Nini Karo, Nini Nangin, Nini Biring, dan Nini Tigan plus Ribu, Bayang, dan Pinem). Semuanya ditujukan kepada nini tudung (nenek). Tidak ada yang ditujukan kepada nini bulang maupun laki (kakek).

Di satu sisi, istilah nini itu merangkul adanya kesatuan si lima merga (Nini Ginting, Nini Karo, Nini Nangin, Nini Biring, Nini Tigan), tapi di sisi lain istilah itu mengakui adanya Raja Berempat Perangin-angin dengan sebutan Ribu (Bangun dari Urung Lima Senina), Pinem (Pinem dari Urung Taneh Pinem), Bayang (Sebayang dari Urung Perbesi), dan Nangin (Kutabuluh dari Urung Namo Aji).

Kita bahas di lain kesempatan soal adanya Raja Berempat Perangin-angin di samping Raja Berempat Karo-karo (Barus, Lingga, Suka, dan Sarinembah) di Dataran Tinggi Karo. Fokus kita saat ini adalah bahwa semua penamaan nande, mama, dan nini menggunakan nama si lima merga plus Ribu, Bayang, dan Pinem.

Tidak ada Nande Purba atau Mama Kacaribu, Mama Munte, Nande Sibero. Meskipun perkolong-kolong sekarang ini sudah mulai “mengecek” dengan menyebut Mama Lingga, Mama Tepu, atau Mama Tambak.

Demikian juga Aron pada kerja tahun. Umumnya Aron Beru Si Lima berpasangan masing-masing dengan impalna. Semua aron sidiberu dari clan yang sama kecuali Aron Beru Sebayang. Sementara aron sidilaki bisa dari berbagai merga karena hubungannya dengan aron sidiberu adalah impal.

Walaupun ada sedikit sekali kekecualian atau perubahan di beberapa kampung, pada umumnya kelima merga itu (bukan bagian-bagiannya) adalah identitas perempuan (Nini, Nande, dan aron sidiberu).

Bagaimana dengan mama?

Pada istilah mama kita perlu memperluas identitasnya tidak terbatas hanya pada perempuan tapi lingkungan tempat tinggal kuta.

Pernah saya tulis, memang kuta didirikan di atas barung-barung dan barung-barung adalah bagian dari urung. Akan tetapi, Urung dan Kuta adalah dua dunia berbeda. Kuta didirikan oleh Sembuyak, Anak Beru, Kalimbubu, dan Senina (Nini Siempat Terpuk), sementara Urung didirikan oleh Sembuyak bersama Sikaku Rananna (AnakBeru–Senina).

Sangat jelas kalau di wilayah urung tidak ada kalimbubu, sedangkan di kuta ada kalimbubu. Sebutan Mama Ginting dan lainnya adalah untuk menandakan mereka berada di lingkungan kuta, bukan urung.

Kenal mitologi asal usul pelangi dengan judul Beru Tole atau Tole Mamana? Di kisah ini, Beru Tole disuruh ibunya mengantar makan siang mamanya ke pantar tempat mamana menghalau burung agar tidak memakan buah padi. Pendek cerita, terjadilah hubungan badan antara keduanya di atas pantar hingga Beru Tole melahirkan seorang bayi. Karena rasa malu, Beru Tole dan Mamana terbang ke langit dan berubah menjadi pelangi.

Pada saat siang hari, ladang padi berada di wilayah urung. Seharusnya ibunya tidak mempertemukan mereka di siang hari di ladang.

Demikian juga istilah turang. Pernah saya tulis tentang step by step perjalanan seorang anak beru dari Tadahen ke Tengah Jabu dan ujungnya ke Tayangen sehingga menjadi Anak Beru Cekuh Baka. Seorang anak beru cekuh baka adalah sudah menjadi sama dengan putra sendiri.

Perkawinan impal adalah perkawinan sesama saudara/i sendiri yang dalam kisah asal usul tungkat penalun dikatakan Percintaan Si Anak Kembar.

Inti dari tulisan ini adalah bahwa merga yang lima itu adalah identitas perempuan bukan identitas laki-laki. Perlu direnungkan dan tarik nafas perlahan, jangan langsung emosi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.