KEDAULATAN PANGAN SEBAGAI KAMPANYE UTAMA PDIP DI PEMILU 2024 — Apa Istimewanya? (Bagian 3)

Oleh JUARA R. GINTING

Negara ini punya banyak masalah sudahlah jelas. Dari dulu hingga sekarang, dan selalu di masa akan datang setiap negara (bukan hanya Indonesia) dihadapkan pada berbagai masalah.

Tapi, sampai saat ini, baru PDIP yang berani dengan tegas membentangkan masalah paling mendasar dan paling mencakup yang dihadapi negara saat ini dan ke depannya.

Hal Mendasar

Mengapa pangan adalah hal mendasar dalam kehidupan manusia?

Kalau kita kekurangan makanan apalagi sempat kelaparan, kita bisa jatuh sakit atau mudah terserang berbagai penyakit. Akibat selanjutnya adalah kematian. Di dalam makanan terkandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan kebugaran dan kesehatannya.

Masih secara berpikir sederhana kita sudah bisa menyimpulkan bahwa makanan (yang tidak mengandung racun) adalah pendukung kesehatan alias obat-obatan.

Nenek moyang kita sudah sejak dini memahami hubungan makanan dengan kesehatan atau sebagai obat-obatan. Lihat saja resep berbagai jenis makanan khas Indonesia yang sering saya sebut “kari complex” seperti halnya gulai, soto, rendang, kari, dan lain-lain. Hampir semua bahannya adalah juga bahan jamu-jamuan atau di Suku Karo disebut tawar.

Salah satu yang saya syukuri dalam hidup adalah bahwa keluarga kami tidak pernah kekurangan makanan pokok sehari-hari. Kami punya sawah di Medan yang disewakan kepada satu keluarga Jawa. Hasil panen 1/3 dari sawah itu cukup untuk konsumsi kami setahun. Sementara beras catu yang diterima ibu sebagai pegawai negeri kami jualkan ke kede terdekat.

Tapi, adalah sebuah pemandangan biasa bagi saya melihat orang-orang membeli beras catu ke kede setiap hari sekilo untuk makanan sehari satu keluarga. Bila dia tidak mendapat uang hari itu, terpaksa mengurangi makan atau menghutang ke warung.

Belum lagi kita dengar kisah-kisah sedih di masa lalu. Bagaimana warga Jawa Timur sempat makan lempung demi mengatasi rasa lapar.

Ringkasnya, perjuangan demi kedaulatan pangan adalah prinsip ekonomi kerakyatan.

Hal Mencakup

Bila diandaikan negara ini adalah roda yang menghantarkan kereta kehidupan sebuah bangsa ke tujuannya, yaitu bangsa yang hidup tenteram, aman, makmur, dan sejahtera, maka kedaulatan pangan adalah poros dari roda itu.

Segala sesuatunya berporos pada satu wawasan, yaitu bangsa ini harus berdaulat terhadap sumber-sumber pangan. Begitulah kira-kira pengertian mencakup dalam persoalan ini.

Lagi-lagi, Medan adalah sebuah percontohan yang menunjukkan strategi PDIP ini bukan barang baru, tapi sudah sangat dikenal oleh Walikota Medan (Bobby Nasution) beserta timnya.

Di Bagian 2 kemarin saya menunjukan bagaimana Pemko sudah lama berusaha mengelola air di Medan, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Belum saya sebutkan bagaimana Pemko Medan memperjuangkan Medan sebagai Dapur Asia.

Di Medan ada banyak kuliner daerah dan menjadi kebanggaan suku-suku sekitarnya; Melayu, Karo, Batak, Minang (Padang), dan Aceh. Banyak rumah-rumah makan Jawa. Ada juga Sunda dan Madura. Selain itu, banyak rumah makan Chinese food, Indian food, Korean, dan Japanese.

Belakangan ini, Pemko Medan mengadakan pertunjukan seni di pelataran Kantor Walikota demi mengundang orang-orang datang menikmati jajanan macam-macam kuliner itu. Namanya Beranda Kreatif Medan.

Banyak orang lupa kalau dulu wisata keluarga salah satunya adalah untuk memperkenalkan Medan sebagai sebuah kota metropolitan kepada keluarganya. Mereka datang per keluarga atau memborong sebuah bus dari kampung untuk datang ke Medan ramai-ramai agar istri dan anak-anaknya bisa termotivasi dengan taraf kehidupan yang lebih tinggi setelah melihat Medan.

https://www.sorasirulo.com/pertunjukan-seni-beranda-kreatif-medan-cuatkan-semangat-patriotisme/

Mereka datang dari pinggiran kota, kampung-kampung di Sumatera Utara dan Aceh. Kini, Pemko Medan juga merangsang kunjungan Wisatawan Mancanegara terutama dari Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan China serta wisatawan rambut pirang dari Eropah, Amerika, dan Australia.

Intinya, berpikir tentang makanan, tergerak pariwisata domestik dan manca negara. “Medan Dapur Asia” adalah sebuah semboyan yang membangkitkan rasa kebangsaan dan ethnonationalism. Contohnya, saya sendiri bangga sebagai seorang dari Suku Karo dan juga sebagai Anak Medan karena saya lahir dan tumbuh dewasa di Medan.

https://www.sorasirulo.com/halaman-kantor-wali-kota-medan-jadi-panggung-seni/

Mengenai kehebatan kuliner Medan, kapan-kapan saya akan paparkan lebih jelimet secara terpisah. Tapi, sebuah pernyataan dari murid saya (tingkat SMA) keturunan Tionghoa asal Jakarta di sebuah International School di Leiden (Nederland) akan mencakup semua apresiasi saya mengenai Kuliner Medan.

“Menurut ibu saya, ke China sana pun kamu tidak akan menemukan Chinese Food seenak di Medan,” katanya sambil tersenyum karena tahu sekali saya bangga sebagai Anak Medan.

Dia benar. Saya pernah makan Chinese Food di Jakarta dan Yogyakarta. Sebagai Anak Medan, saya anggap itu sama sekali bukan Chinese Food karena seolah tak ada rasa bagi lidah saya yang sudah terbiasa dengan Chinese Food ala Medan.

Tahun 1992, saya menyempatkan diri singgah di Singapura saat kembali ke Medan dari Nederland. Sengaja saya mengunjungi sebuah pasar tradisional di luar Kota Singapura untuk bisa mencicipi Chinese Food asli. Ujungnya, saya bernyanyi dalam hati: “Mie Pangsit Medan ndai maka nanamna.” Langsung teringat Acim di Bioskop HIRAKO Padangbulan (Medan).

Ternyata tidak ada seenak di Medan. Demikian juga Indian Food. Martabak India, Chapati. Dan lain sebagainya. Di Jl. Hindu, Kampung Keling. Belum lagi kue-kue basah, mie rebus India. Lemang campur tapai pulut. Kangkung belacan. Ikan [laut] bakar. Ayam gulai pete. Gundur manuk. Babi Panggang Karo (BPK).

Ah, sudahlah, terlalu banyak untuk disebut. Medan memang pantas menjadi Dapur Asia.

Itu korelasi ketat kedaulatan pangan dengan pariwisata serta penampilan kesenian-kesenian remaja maupun suku-suku.

https://www.sorasirulo.com/melukis-dengan-limbah-plastik-warnai-beranda-kreatif-medan/

Mari kita jenguk pula penanganan sampah di Medan. Selain berusaha membersihkan kota ini dari sampah, sehingga terhindar pula dari berbagai penyakit menular, Pemko telah berhasil mengolah sampah menjadi pupuk organik.

Menarik mengamati pupuk organik produksi Medan ini. Walaupun belum berjalan dengan sukses menurut pengamatan saya, tapi Pemko sudah berada di jalan yang benar.

Begini dia ceritanya.

Poin pertama, Pemko Medan memproduksi pupuk organik yang diolah dari sampah, terutama sampah sayur mayur yang tidak laku di Pasar Induk Lau Cih (Medan). Lalu, mereka memberi bantuan pupuk ini kepada para petani ubi kayu (ketela pohon) di Ladang Bambu (Medan Tuntungan).

Dari sana banyak produksi tape ubi yang dijual ke Medan dan Dataran Tinggi Karo. Para petani umumnya dari Suku Jawa. Dengan bantuan gratis pupuk organik, para pengusaha UMKM terbantu. Kedaulatan pangan (tape) semakin menguat. Gairah ekonomi kerakyatan meningkat.

Berikut ini lebih unik lagi. Pemko Medan menjalin kerjasama dengan para petani cabe merah keriting di Kabupaten Dairi. Press release yang dilayangkan oleh Pemko Medan memberi penekanan pada upaya mereka menekan angka inflasi di Medan.

Teori mereka sederhana. Harga hasil panen bisa ditekan dengan mengurangi pengeluaran petani dan memberi jaminan stabilitas harga. Pemko Medan membantu petani dengan pupuk organik (gratis) sehingga mengurangi pengeluaran petani. Mereka juga membuat kontrak dengan membeli sekian ton hasil panen cabe merah keriting setiap minggunya dari para petani.

Untuk sebagian besar para petani sayuran, stabilitas harga lebih penting daripada naik tinggi dan kemudian tanpa bisa diramalkan kapan tiba-tiba harganya anjlog. Meski Pemko Medan membelinya dengan harga tidak terlalu wah, tapi kalau sudah ada kepastian keuntungan (lebih besar pemasukan dari pada pengeluaran), mereka tentu senang.

Begitulah cara Pemko Medan mengendalikan angka inflasi. Ditambah pula dengan mengadakan pasar murah berjalan di Medan sehingga harga tidak melonjak dan angka inflasi terkendalikan.

Kalau kita teoritisasi tindakan-tindakan Pemko Medan ini, itulah yang disebut oleh pakar Antropologi Terapan, yang dianya juga pakar Medical Antropology (Gerald M. Foster), sebagai sebuah pendekatan yang “fungsional dan terintegrasi”.

https://www.sorasirulo.com/amankan-rantai-pasokan-kebutuhan-pokok-untuk-kendalikan-inflasi-dan-ancaman-resesi/

Fungsional artinya berasumsi bahwa segala sesuatunya berkaitan satu sama lain. Hal kuliner, berkaitan dengan seni pertunjukan, pariwisata, kebersihan kota, pertanian, perdagangan, kesehatan, politik, dan lain sebagainya. Bobby Nasution biasa menyebutnya kolaborasi dengan memberi lebih penekanan pada tindakan kerjasama daripada alur pikiran bahwa segala sesuatunya saling berhubungan.

Terintegrasi artinya, dalam memikirkan sebuah aspek kehidupan, sudah ada di benak, dampak dan konskwensinya terhadap perihal-perihal lain dalam rangka kehidupan yang lebih luas. Setiap tindakan adalah bagian dari sebuah konsekwensi yang lebih besar (every action becomes the part that represents a whole).

Demikian halnya dengan mengumandangkan “kedaulatan pangan”, PDIP sudah meramalkan apa reaksi-reaksi dunia internasional (baik diantara para diaspora asal Indonesia maupun para Indonesianists serta media internasional).

Laporan SiruloTV mengenai pasar tradisional Leiden (Nederland). Presenter ITA APULINA TARIGAN

Begitu juga para pengusaha kaya di tingkat nasional maupun regional serta para pengusaha lokal dalam mendukung para calon legislatif RI maupun provinsional dan kabupaten/ kota.

Itulah yang akan saya bahas di bagian berikutnya.

BERSAMBUNG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.