KEDAULATAN PANGAN SEBAGAI KAMPANYE UTAMA PDIP DI PEMILU 2024 — Apa Istimewanya? (Bagian 1)

Oleh JUARA R. GINTING

Ada banyak hal yang bisa didiskusikan terkait kampanye utama PDIP untuk Pemilu 2024 ini. Dalam kesempatan ini saya membatasi diri membahasnya hanya sebagai sebuah strategi politik.

Setiap strategi politik tentu saja tujuannya memenangkan persaingan diantara partai-partai politik.

Agar bisa berkuasa seleluasa mungkin dalam mengendalikan arah bangsa dan negara. Semua partai politik tujuannya sama dengan strategi politik mereka. Apapun yang mereka kampanyekan.

Kekuatan dan Kelemahan Strategi

Kedaulatan pangan sebagai kampanye utama adalah sebuah strategi politik yang pintar dan proses penetapannya pastilah melalui proses yang panjang. Tapi, meski strategi kampanye ini saya nilai pintar dan ditetapkan secara matang, tetap ada kelemahannya.

Kelemahannya adalah, di kalangan bawah, kampanye ini seperti terdengar terlalu biasa-biasa. Tidak terasa tenaga gaibnya seperti halnya bagaimana Anies Baswedan mendefenisi ulang Koalisi Perubahan dengan mengatakan mengoreksi perjalanan bangsa dan negara dengan menariknya ulang ke Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.

Bagi kelas bawah, ucapannya itu menggelegarkan nafsu kegaiban tanpa mempertanyakan apakah Anies Baswedan sendiri mengerti apa yang diucapakannya itu. Belum lagi dipertanyakan apa saja yang akan dilakukannya untuk mencapai apa yang diucapkannya itu.

Adapun kelebihan Kedaulatan Pangan sebagai strategi kampanye adalah seperti yang dilakukan oleh Soekarno pada masanya, yaitu menghubungkan Masyarakat Pedesaan Indonesia dengan Masyarakat Dunia atau Internasional.

Krisis Pangan Dunia

Pangan adalah masalah dunia saat ini dan diramalkan masih akan menjadi masalah yang lebih parah lagi.

Laporan tahunan yang dihasilkan oleh Jaringan Informasi Ketahanan Pangan (FSIN), yang diluncurkan 3 Mei 2023 lalu oleh Jaringan Global Melawan Krisis Pangan (GNAFC), menemukan sekitar 258 juta orang di 58 negara dan wilayah menghadapi kerawanan pangan akut pada tingkat krisis atau lebih buruk (IPC/CH Fase 3-5) pada tahun 2022.

Ini menunjukan peningkatan dari 193 juta orang di 53 negara dan wilayah pada tahun 2021. Hal ini merupakan angka tertinggi dalam 7 tahun sejarah laporan tersebut.

Pada tahun 2022, tingkat keparahan kerawanan pangan akut meningkat menjadi 22,7%, dari 21,3% pada tahun 2021. Namun, tingkat keparahannya masih terlalu tinggi dan menunjukkan tren memburuknya kerawanan pangan akut global.

Singkatnya, Dunia masih akan berhadapan dengan krisis pangan ke depannya. Hal ini diperparah pula oleh perang yang sedang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Bukan hanya Indonesia, dunia mengalami krisis gandum dan bahan pembuatan pupuk yang selama ini disediakan oleh Ukraina.

Dalam pidatonya pada Rakernas PDIP 29 September 2023 barusan, Jokowi mengatakan, krisis pangan ini tidak hanya dihadapi oleh negara-negara di Afrika, tapi juga Asia dan Eropah. Karena itu, beberapa negara seperti India dan Thailand telah mengerem bahkan menyetop ekspor pangan mereka.

Foto: Panen kentang di sebuah desa Dataran Tinggi Karo.

Indonesia Mengatasi Krisis Pangan

Bagaimana Indonesia mengatasi atau mencegah krisis pangan sehingga cita-cita kampanye, Kedaulatan Pangan, tercapai?

Penanganannya harus secara taktis, kata Jokowi di Pembukaan Rakernas PDIP barusan. Bukan dengan harapan di awang-awang, katanya lagi. Langsung dia tunjukkan contohnya Indonesia telah membangun sekitar 300 waduk.

“Begitupun, jumlah waduk kita masih terlalu sedikit dibandingkan Korea Selatan maupun China. Tidak ada 10% yang kita miliki dibandingkan banyaknya waduk di Korea Selatan atau China,” ujar Jokowi.

Ketua Umum PDIP (Megawati Soekarno Putri) mengajak kita lebih kreatif untuk menghindarkan diri dari ketergantungan pada negara lain. Masalah tersumbatnya aliran gandum dari Ukraina atau Rusia, dia mengatakan, biarkan yang makan gaplek tetap makan gaplek, yang makan tiwul tetap makan tiwul.

Pertanian sayur mayur di sebuah ladang Karo Hilir

“Mari kita kembangkan lagi makanan kita. Kita punya ubi, jagung, beras, sagu dan banyak lainnya untuk dijadikan makanan,” serunya membuat saya teringat ceramah ekolog Dr. Anthony J. Whitten di Gelanggang Mahasiswa USU Medan saat saya masih kuliah (1980an).

Menurut A.J. Whitten, kandungan karbohidrat di ubi kayu, jagung, dan sagu cukup mensuplay kebutuhan tubuh kita. Tidak harus diganti dengan beras, katanya menentang propaganda meningkatkan produksi beras di Masa Orde Baru dengan cara penebangan hutan seperti yang terjadi di Pulau Siberut, Kalimantan dan Papua.

BERSAMBUNG

Para srikandi pangan di Pasar Induk Lau Cih (Medan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.