Kisah Perjalanan: SELIMUT

Oleh: MEGAWATY TARIGAN

Sekitar tahun 2016, dalam perjalanan pulang dengan Kereta Api dari Aek Kanopan ke Medan. Karena berangkat malam, berasa kedinginan di dalam Kereta Api sementara persiapan hanya baju ganti, tanpa jaket, tanpa sarung seperti biasa kalau sedang backpackeran.

Nggak lama petugas kereta api menawarkan selimut ke penumpang.

Wah, puji Tuhan, gak jadi kedinginan. Setelah minta 1 selimut, tanya harga, 10 ribu kata petugasnya, langsung bayar sambil dalam hati “murah amat”. Selimutnya warna biru, bahannya mirip handuk, walaupun tidak tebal, cukuplah untuk ngusir dingin selama perjalanan.

Sampai di Stasiun KA Medan sekitar Subuh. Masih ngantuk. Menjelang stasiun packing barang-barang termasuk selimut.

Sambil lipat selimut, rasanya penumpang lain kok liatin aku terus. Bajuku posisinya wajar, muka udah dilap tissue basah menghapus jejak-jejak ences dan belek.

Sambil masukin selimut ke dalam ransel aku terus mikir, kira-kira apa yang salah, ya? Tapi, karena tidak menemukan hal-hal mencurigakan, ya udah turun aja dari KA. Jalan ke stasiun dan pulang.

Besoknya ngobrol sama temen-temen kantor. Aku ceritain pengalaman naik KA. Sontak temen-temen nyorakin. Ya, iyalah diliatin orang, itu selimut kok dimasukin tas, markonah?!

Astoge! Ternyata harga Rp. 10 ribu itu untuk sewa wankawan, bukan harga jual.

Maaf PT KAI, sebiji selimutmu gak sengaja ada di rumahku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.