Kolom Juara R. Ginting: ANTARA SINGINDUNGI-SINGANAKI DAN GUNUNG-GUNUNG

Atas pertanyaan saya sebelumnya “apa yang salah di foto ini” maka jawabannya adalah seperti Salmen Kembaren menjawabnya. Untuk foto kiri seharusnya [gendang] singindungi dan untuk foto kanan [gendang] singanaki. Lebih dari menunjukan jawaban yang benar, di sini saya membahas bagaimana kesalahan itu bisa terjadi.

Apa kira-kira yang dipikirkan oleh sipembuat keterangan?

Kesalahan yang mirip pernah saya temukan dimana seseorang menyebut Karo Gunung-gunung sebagai Karo Gugung. Padahal, Karo Gugung meliputi Karo Julu, Karo Gunung-gunung, Karo Singalorlau, Karo Berneh, dan Karo Baluren.

Akan saya tunjukan di mana kemiripan kedua kesalahan ini.

Menurut saya, si pembuat kesalahan mengenai keterangan foto gendang mencoba menganalisis bentuk kedua gendang itu. Satunya seperti ibu menggendong anaknya, maka dia menyimpulkan itulah [gendang] singindungi. Sedangkan yang satunya lagi sendirian, maka itulah [gendang] singanaki.

Padahal, istilah singindungi dan singanaki merujuk pada peniruan bunyi yang dihasilkan dengan menabuh gendang itu. Satunya menirukan suara induk ayam mengais makanan sambil berseru memanggil anak-anaknya, sedangkan yang satunya lagi menirukan suara anak ayam yang tenang menikmati makanan.

Ingat perumpamaan “bagi gendang, indungna ngikutken anakna“. Ini mengingatkan bunyi gendang singanaki yang menentukan tempo musik secara konstan, sedangkan gendang singindungi bisa mengeluarkan bunyi-bunyi berimprovisasi sepanjang tidak lari dari tempo yang ditentukan oleh gendang singanaki.

Perumpamaan itu menganjurkan orangtua (indung) mengikuti kemauan anak (anak), bukan sebaliknya.

Kesimpulan, pembuat keterangan foto membuat analisisnya sendiri tanpa peduli pada fakta yang hidup di lapangan bahwa yang dia sebut singanaki itu adalah singindungi dan sebaliknya yang dia sebut singindungi adalah singanaki.

Hal yang mirip terjadi pada penunjukan Karo Gunung-gunung sebagai Karo Gugung. Menurut penulisnya, “gunung-gunung” adalah kosa kata Bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan Karo Gugung. Padahal, “gunung” dan “gunung-gunung” adalah dua kosa kata asli Bahasa Karo.

Sama halnya dengan soal gendang, inilah hasilnya dari orang HIPER-PINTAR sehingga tidak peduli pada FAKTA EMPIRIK.

Hal yang sama terjadi pada orang-orang yang KECANDUAN AGAMA, tidak lagi peduli pada kenyataan bahwa mereka adalah MANUSIA, merasa sudah seperti Tuhan atau TANGAN KANAN DIBATA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.