Kolom Juara R. Ginting: ETIKA DAN AURA KEPEMIMPINAN — Habis Gelap Terbitlah Terang

Kemarin dulu [Senin 16/7], saya melihat sebuah video yang dijelaskan dengan teks serangan rudal dan drone Iran ke Israel sehingga Israel hancur lebur. Saya terkejut. Setahu saya, serangan rudal Iran ke Israel Akhir Pekan lalu [Sabtu 13/4] semuanya dipatahkan oleh Yordania.

Secara geografis, Yordania berada diantara wilayah Iran dan wilayah Israel.

Tentu saja serangan rudal Iran ke Israel akan melintasi wilayah Yordania. Tentu saja pula persahabatan antara Yordania dan Israel menggerakkan Yordania untuk menangkis serangan rudal Iran ke Israel. Sehingga tidak ada satupun jua rudal Iran yang lolos ke wilayah Israel.

Itulah berita terakhir yang saya dapat dengan mengikuti berita-berita dan diskusi para pakar di televisi dan media cetak di Belanda dan beberapa negara lainnya. Karena itu, saya terkejut melihat video yang menggambarkan adanya sebuah kota menjadi lautan api akibat serangan dari udara.

Saya cepat-cepat memeriksa kembali media-media internasional terpecaya. Siapa tahu baru saja ada lagi serangan Iran lewat udara ke Israel. Setelah bersilancar begitu lama akhirnya saya menyimpulkan video dan teksnya yang mengatakan “serangan rudal dan drone Iran mehancurleburkan Israel” saya nilai adalah hoax.

Hingga detik ini tidak ada serangan susulan Iran ke Israel setelah Sabtu Malam yang dapat digagalkan oleh Yordania itu. Para ahli bahkan mengatakan “sekarang bola ada pada Israel untuk membalas atau tidak serangan Iran itu”.

Bahkan ada pakar yang mengatakan serangan Iran yang gagal itu justru menguntungkan Pemerintahan Netanyahu. Pertama, serangan itu mengalihkan issue pembebasan tawanan Israel oleh Hamas dan mengalihkan mata dunia dari prihatin terhadap Palestina ke Perang Iran-Israel.

Rakyat Israel sudah marah kepada Netanyahu karena sampai sekarang belum bisa menuntaskan pembebasan orang-orang Israel yang ditawan oleh Hamas. Di sisi lain, penyerangan militer Israel ke wilayah Palestina yang didalihkan untuk menghancurkn Hamas banyak mendapat kritikan dunia internasional.

Serangan Iran ke Israel Akhir Pekan lalu merubah konstelasi politik di sekitar wilayah yang melibatkan beberapa negara bertetangga. Ada yang memihak Iran dan ada pula yang memihak Israel. Issuenya pun melesat meninggalkan Gaza.

Di sisi lain, sebagian Rakyat Indonesia anti Israel dan sebagian lagi pro Israel meskipun sebagian besar tidak mau tahu atau tidak tertarik mengikuti peristiwa apapun di Timur Tengah. Pro dan kontra dalam setiap pertikaian apalagi peperangan sudah lumrah.

Jangankan pertikaian yang mengancam banyak korban jiwa, melihat dua orang yang bertanding catur saja di warung kopi kita biasanya langsung memihak salah satunya.

Sering kali kedua pihak yang bertanding catur itu tidak kita kenal sama sekali, tapi toh kita otomatis memihak salah satunya. Hanya saja, keberpihakan kita hendaknya jangan mengarah pada pembodohan publik apalagi pembodohan bangsa.

Peringatan saya berlaku terutama di dalam dunia media, baik media sosial maupun media konvensional. Ini bukan hanya soal hoax atau tidak yang secara hukum masih berliku-liku lagi pembuktiannya karena harus pula melalui prosedur hukum yang diawali dengan pengaduan atau pelaporan ke pihak berwajib.

Lebih dari masalah hukum, ini merupakan masalah etika. Kebetulan pula soal etika ini sedang hangat-hangatnya dibahas di negara kita terutama atas keterkaitannya dengan Pilpres 2024.

Hampir setiap orang waras menyadari dirinya sudah melanggar etika atau tidak. Hanya saja, orang-orang bisa juga berkelit di dalam hati kalau mereka sama sekali tidak melanggar hukum atau tidak akan terjerat oleh hukum atau juga ada undang-undang lain yang membenarkannya untuk “cawe-cawe” misalnya.

Tapi, banyak sekali orang tidak sadar kalau etika adalah penilaian paling tinggi tentang kemanusiaan seseorang. Kemanusiaan dalam konteks ini bukan terjemahan dari humanisme, tapi nilai seseorang sebagai manusia, yaitu makhluk beradab, atau bukan manusia, yaitu makhluk biadab.

Demikian juga halnya penyebaran video hoax seolah-olah Iran telah menghancurleburkan Israel. Tentu saja panjang prosesnya menetapkan ini sebagai sebuah hoax secara hukum. Tapi, para penyebar hoax asli (bukan yang sekedar meneruskan) sudah pasti menyadari dia melakukan sebuah pembohongan.

Saya bukan seorang religius untuk menyatakan bahwa pembohongan secara sengaja apalagi dalam bentuk pemberitaan yang mengarahkan opini publik tentang politik internasional akan menyakitkan diri sendiri. Dari rasa sakit itu, seorang pemimpin apalagi pemimpin negara yang cawe-cawe secara mental akan terhuyung-huyung.

Itu akan membuat auranya redup dan menjadi awal keruntuhan dinasti yang hendak dibangunnya. Karena itu, saya mengerti kalau “amicus curiae” akan menaikkan wibawa Megawati di balik tersungkurnya cawe-cawe.

Habis gelap terbitlah terang. Etika terang aura benderang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.