Kolom Juara R. Ginting: KAMPANYE TERSELUBUNG JOKOWI

Pernah muncul issue kalau Jokowi mendukung Prabowo Subianto untuk menjadi Presiden RI, bukannya Ganjar Pranowo yang akan dicalonkan oleh PDIP. Issue itu terbantah sejak Gibrand dipastikan tetap setia pada PDIP dan mendukung Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden RI.

Bukannya Prabowo Subianto sebagaimana juga diisuekan.

Sedikit aneh, memang. Di satu sisi, Jokowi diisuekan mendukung Prabowo Subianto, sementara di sisi lain dia dituduh cawe-cawean mengkampanyekan Ganjar Pranowo. Percaturan politik Indonesia pun sedikit bingung.

Saya tidak membantah adanya cawe-cawean Jokowi dalam upayanya memenangkan Ganjar Prabowo menjadi Presiden RI yang akan datang. Tapi bukan seperti cawe-cawean yang dituduhkan. Itu terlalu vulgar. Buktinya, banyak juga publik yang percaya kalau dia mendukung Prabowo Subianto.

Cawe-cawean Jokowi dilakukannya secara halus dan sama sekali tidak melanggar hukum dan tidak menyalahi kepatutan umum (etika).

Adalah tugasnya memikirkan serta menyuarakan masa depan bangsa dan negara. Dalam hal itu, dia selalu saja mengingatkan adanya kemungkinan Indonesia akan menjadi anggota G7 dan bahkan tidak tertutup kemungkinan menjadi 5 Besar negara termakmur di dunia pada tahun 2040.

“Pemerintahan sekarang sudah mempersiapkannya ke arah sana. Tapi, kita butuh kesinambungan kepemimpinan sehingga apa yang telah kita persiapkan berjalan ke arah cita-cita itu,” katanya sering kali dalam banyak pertemuan.

Beberapa kali dia mengimbuhkan syarat tambahan untuk mencapai cita-cita itu adalah penerimaan dunia terhadap kepemimpinan Indonesia.

Apakah itu sekedar imbuhan atau kode keras yang menyarankan siapa yang harus anda pilih atau dukung agar bisa menjadi Big Seven atau Big Five?

Untuk memahaminya, coba saja bayangkan kalau yang menjadi Presiden RI adalah salah seorang putra atau putri Soeharto. Jelas sekali dunia tidak akan bersimpati kepada Indonesia.

Kok Indonesia pula?

Bagi kami yang sejak Pemerintahan Soeharto berada di luar negeri sangat mengerti akan hal ini. Harga diri kami pun jatuh di mata internasional sebagai asal Indonesia. Kami sedikit lebih positip dipandang dunia ketika Gus Dur menjadi Presiden RI. Tapi, kembali jatuh ketika SBY menjadi Presiden RI.

Sekarang kami betul-betul menikmati menjadi sangat berwibawa di mata dunia sejak Jokowi menjadi Presiden RI.

Sebagian orang bisa saja menyebut Jokowi plonga plongo, tolol, dungu, petugas partai dan lain sebagainya. Tapi warga dunia menghormatinya sebagai lelaki sejati yang menghabiskan sebagian besar waktunya memikirkan bangsa dan negaranya. Dan kami pun dipandang sebagai pasukan cadangan Jokowi.

Kita bisa membusungkan dada berhadapan dengan warga dunia di dalam banyak segi kehidupan.

Apakah itu akan terjadi dengan Anies Baswedan?

Jangan lupa, kawan, Anies dikenal oleh dunia dengan politik identitasnya. Seberapa banyak banga dan negara yang bersimpati pada Anies Baswedan di Eropah, Asia, Australia, Afrika, Amerika (Kanada, USA, Amerika Latin), Melanesia, dan Polynesia?

Bayangkan saja dengan perhitungan rasional, bukan emosi-emosian.

Demikian juga halnya dengan Prabowo Subianto. Terlepas dari benar tidaknya, dunia mengenalnya sebagai penjahat kemanusiaan di Timor Timur. Di samping pernah menjadi tangan kanan Soeharto yang juga dikenal sebagai penjahat kemanusiaan.

Sebagian orang memprovokasi Jokowi menyakiti perasaan para korban PKI. Apa di mata dunia? Justru Soeharto lah sebagai penjahat kemanusiaan yang menghabisi semua orang yang dituduh PKI atau simpatisan PKI. Sejenis genosida.

Dalam mempersiapkan diri menjadi Big Seven dan kalau bisa Big 5 itulah Jokowi meminta maaf kepada keluarga PKI yang telah dibantai oleh Rezim Militer Soeharto. Dengan cara meminta maaf seperti itu, dunia bisa memaklumi rasa kemanusiaan Indonesia yang masih tinggi sebagai sebuah bangsa dan sebuah negara di masa depan.

Hanya dengan penerimaan warga dunia terutama para pemimpinnya nilai tawar politik dan ekonomi Indonesia bisa tinggi.

Mengapa Negeri Belanda baru-baru ini meminta maaf atas perbudakan yang mereka lakukan di masa lalu? Selain menunjukkan tingkat peradaban mereka yang [semakin] tinggi adalah juga untuk melancarkan diplomasi-diplomasi politik dan ekonomi negara mereka di masa depan di dunia internasional.

Ada dua otak cerdas yang mendampingi Jokowi dalam politik internasionalnya, yaitu Sri Mulyani dan si kecil Retno.

Dilihat dari sisi itu, tak heran kalau para pemimpin dunia saat ini menilai Jokowi seorang jenius yang berbudi luhur. Apakah pemimpin kita berikutnya adalah orang yang mendapat penilaian dunia seperti itu juga atau justru menurunkan derajat kita di mata dunia?

Jokowi mengajak pemilih Indonesia rasional dalam menentukan pilihan, bukan emosi-emosian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.