Kolom M.U. Ginting: RAMALAN TAK ILMIAH

Sejarah membuktikan keterlibatan CIA dan AS dalam kelompok PRRI/ Permesta. Juga kudeta dan teror 1965 diprakarsai oleh kelompok yang itu juga. Umumnya sudah tidak ada yang meragukan, semua bisa baca sendiri bukti-bukti sejarahnya.

 

Seorang penulis bernama James DiEugenio melukiskan dalam bukunya ‘Destiny Betrayed’ soal kudeta 1965 itu: “It was a multi-layered, interlocking masterpiece of a clandestine operation. A coup d’etat that was so well disigned, so beautifuly camouflaged, so brilliantly executed”.

Desain yang ‘indah’ ini dimaksudkan oleh DiEugenia ialah adanya 2 tingkat penting dalam kudeta itu.

Tingkat Pertama, kudeta semu oleh Letkol Untung 30 September, kudeta yang memang direncanakan harus gagal dan sudah dipersiapkan sejak setahun sebelumnya. Setelah kudeta Untung yang direncanakan akan gagal itu dipentaskan, esoknya 1 Oktober pelaksanaan kudeta tingkat ke dua, kudeta sungguhan. Untung sendiri dan pasukannya ditumpas habis (pasukannya juga hanya beberapa orang, tidak lebih dari hitungan jari), disusul dengan pembantaian PKI dan membikin Soekarno sebagai tahanan rumah tanpa kekuasaan.







Dia dikelilingi militer tak bisa bergerak. Putus hubungan ke mana-mana, terisolasi. Soekarno sudah dilumpuhkan total.

Inilah yang memang menjadi tugas utama kudeta semu Untung 30 September dan kudeta sebenarnya 1 Oktober; menyingkirkan penghalang ke SDA/ duit yaitu Soekarno dan kekuatan progresif di Indonesia ketika itu terutama adalah kekuatan PKI.

Selesai kudeta ‘indah’ ini, bebaslah gerombolan neolib internasional menguasai SDA Indonesia. Hutan dan tambang, seperti Freeport Papua, triliunan dolar dikeruk tanpa suara selama setengah abad. Duit, duit, SDA, SDA . . .  adalah tujuan utama Greed and Power neolib internasional seluruh dunia, dengan menciptakan perpecahan, perang, terorisme, dan kudeta. Terakhir atau sekarang ini, cara dan usahanya yang paling giat selain perang (terorisme) dan pecah belah ialah PEREDARAN NARKOBA dan KORUPSI.

Soekarno dan pembantaian PKI hanyalah sebagai pengalihan isu menuju duit, duit, duit. Karena duit adalah segala-galanya bagi gerombolan penyerakah duit ini. Money controls and rules human lives. Duit bisa bikin segala-galanya. Pemilik dan penguasa duit dan aliran duit adalah penguasa dunia yang sesungguhnya. Bayangkan segelintir manusia bikin segala-galanya di dunia sejak permulaan Abad 20.

Untungnya, di Zaman Keterbukaan ini, sudah banyak manusia yang memahami soal ini dan semakin sulit bagi neolib internasional deep state untuk bikin seenaknya seperti pada abad lalu (abad ketertutupan). Saat itu, publik tidak mengerti banyak atau tidak mengerti sama sekali hakekat persoalannya (duit dan power). Begitu juga tujuan akhir dari kelompok ini adalah police state NWO, yang pada mulanya juga belum begitu jelas dipahami oleh publik dunia. Tetapi berlainan situasinya sekarang di Era Keterbukaan, sudah semakin jarang yang tidak paham soal ini.

Di Zaman Keterbukaan ini, tidak banyak lagi yang masih bisa dirahasiakan (mata-mata, agen rahasia CIA, FBI, NSA, spionase dsb) seperti pada abad ketertutupan lalu, terutama jika persoalanya menyangkut kepentingan orang banyak (persoalan kepentingan nasional).

Menakut-nakuti dengan ‘Indonesia bubar 2030’, akhirnya yang takut sendiri ialah ‘pengarang’ yang menakut-nakuti itu, karena orang lain (ratusan ribu publik atau malah jutaan publik) dengan cepat bisa cari informasi dan pengetahuan serta bisa malah lebih tahu hakekat persoalannya dari si’pengarang’ itu sendiri. Si’pengarang’ jadi gagap sendiri bikin penjelasan baru atau pembelaan atas kerahasiaannya.




Seorang profesor dari Norwegia Johan Galtung juga bikin ramalan, meramalakan bahwa ‘US Empire’ akan lenyap 2020 (lihat di SINI).

J. Galtung dalam analisanya pakai bukti-bukti fakta dan argumentasi yang dia yakini, dipaparkan secara terbuka ke publik dunia, jadi bukan mengarang atau mengambil sebagian-sebagian dari fiksi orang lain seakan-akan sebagai fakta. Analisa Galtung original. Soal benar atau tidak analisanya, terbuka untuk bikin analisa tandingan. Pertambahan dan perluasan serta pendalaman pengetahuan dan informasi dalam era keterbukaan/ internet selalu memungkinkan penemuan baru dalam soal apa saja, termasuk dalam soal pernyataan/ ramalan Johan Galtung.

Johan Galtung pada dasarnya tidak menganalisa persoalan runtuhnya ‘US Empire’ itu dari segi Kontradiksi Pokok dunia sekarang ini. Ini adalah kelemahan serius dari analisanya. Soal-soal dunia hanya akan lebih jelas dan lebih mendekati kebenaran jika ditinjau dari kontradiksi utama dunia yang sedang berlaku. Dalam memandang Trump dan sikap politiknya, Galtung tidak melihat dari kontradiksi pokok dunia sekarang (perjuangan kepentingan nasional kontra kepentingan global neolib deep state) dimana Trump sangat jelas sebagai presiden mewakili kepentingan nasional AS bertentangan dengan kepentingan neolib deep state. Bagi deep state Trump adalah musuh bebuyutan.




JG memandang Trump tidak dari segi ini, tetapi dimasukkan sebagai salah satu faktor bubarnya ‘US Empire’ itu dari segi kenegatifan Trump sebagai narcisist atau orang bego tak urusan orang lain.

Bahwa Trump adalah salah satu faktor penting penyebab bubarnya ‘US Empire’ (empire of neolib/deep state) itu adalah benar adanya, tetapi harus dilihat dari segi positifnya yang berkaitan dengan Kontradiksi Pokok dunia itu, yaitu politik nasionalismenya si Trump dalam melawan politik globalis neolib/ deep state. Trump, seperti juga pemimpin-pemimpin nasionalis dunia seperti Jokowi, Duterte, Brexit Farage, dan partai-partai nasionalis baru yang sedang semarak bermunculan di Eropah, mewakili bagian lain dari kontradiksi pokok ini. Trump berada dalam salah satu bagian dari segi-segi bertentangan itu, bagian dari kontradiksi itu, di pihak yang menentang neolib deep state seperti juga presiden Jokowi.

Begitu juga keruntuhan atau kebubaran salah satu nation atau sistemnya, hanya mungkin ditinjau dari segi kontradiksi pokok ini. ‘Indonesia bubar 2030’ bisa dianalisa kemungkinannya dari segi kontradiksi pokok dunia sekarang ini. Kontradiksi kepentingan nation Indonesia kontra kepentingan neolib internasional dengan tujuan NWO.

Artinya, gerombolan inilah yang mau menghancurkan negara nasionalis Indonesia. Tetapi sudah banyak penjelasan yang sangat mantap bertebaran di internet bahwa NWO yang collapsing bukan Indonesia Jokowi atau Filipina Duterte. Ini bahkan diakui oleh gembong utamanya baru-baru ini begitu melihat Trump masuk Gedung Putih. Jadi kalau menganalisa kehancuran Indonesia sebagai satu nation hanya melihat dari segi novel fiktif . . . ngawur saja. Bukan main ngawurnya!










2 thoughts on “Kolom M.U. Ginting: RAMALAN TAK ILMIAH

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.