Kolom M.U. Ginting: SBY BELUM DI JAMAN NOW (Keterbukaan)

“Dengan mudahnya mungkin dengan tangan kekuasaan dan uang bisa menghancurkan dan merusak nama baik seseorang, marilah kita memohon doa kepada Allah, Tuhan agar negara yang kita cintai dijauhkan dari praktik politik yang tidak berakhlak, tidak bermoral,” kata SBY.

 

Setelah mengatakan itu, dia menambahkan doanya “agar negara dijauhkan dari praktik politik yang tidak berakhlak, tidak bermoral.” Ini dikemukakan oleh SBY dalam membantah keterlibatannya dalam kasus mega korupsi e-KTP, merdeka.com.

Sebagai presiden ketika itu, tentu SBY tidak harus terlibat, tetapi pengetahuannya soal mega korupsi e-KTP itu tentu bisa dimanfaatkan demi perbaikan nasib rakyat banyak dalam soal membongkar maupun menghindari korupsi model ini. SBY sebagai presiden ketika itu tentu juga tidak mungkin tidak tahu sama sekali.




Pernyataannya itu merupakan cita-cita yang sangat berharga yaitu agar menjauhkan praktik politik yang tidak bermoral. Dari pengalaman selama ini, hanya ada satu obat mujarab untuk menghindari politik tidak bermoral ini yaitu KETERBUKAAN dan semua soal di atas meja. SBY tahu siapa yang memfitnah tetapi kalau dibuka katanya bisa ‘bikin geger’. Kalau tidak dibuka itu namanya bukan KETERBUKAAN tetapi KTERTUTUPAN. Itulah yang sudah terjadi selama 100 tahun pada abad lalu, abad ketertutupan, dan itulah politik neolib internasional Greed And Power dalam tujuannya menguasai dunia, SDAnya, ekonominya dan finansialnya dengan ALAT KETERTUTUPAN memiskinkan semua negeri kaya SDA demi duit, duit, duit.

Presiden Jokowi adalah contoh keterbukaan yang modern. Dia sangat sesuai dengan perubahan kesedaran rakyat Indonesia. Dia juga sesuai dengan perubahan dan perkembangan dunia yang fondasi keterbukaannya semakin luas dan merata ke semua pelosok dunia berkat peredaran info, dan keterlibatan ratusan juta publik yang semakin luas dalam menerima dan menyebarkan informasi. Di sinilah hilangnya era ketertutupan, tempat perlindungan semua jenis ketidakjujuran dan semua jenis penipuan peninggalan abad lalu.

Tidaklah berlebihan kalau sekarang kita berani mengatakan bahwa SEMUA SOAL KEMANUSIAAN serumit apa sekalipun sudah bisa diselesaikan dengan dengan seksama oleh manusia itu sendiri dengan cara terbuka dalam era KETERBUKAAN.




Tidak mungkin ada soal kemanusiaan sekarang ini yang tidak bisa diselesaikan dengan cara TERBUKA dan TRANSPARANSI. Apalagi soal ‘praktik politik yang tidak berakhlak, tidak bermoral’ . . . wah, wah . . . sudah tidak ada tempatnya bersembunyi. Pendapat pak SBY ‘kalau dibuka bikin geger’ jelas sudah tidak masuk akal lagi.

Ketika seorang mahasiswa UI mengacungkan kartu kuning kepada Presiden Jokowi beberapa hari lalu (perwakilan UI sudah menyatakan kalau tindakan ini adalah perorangan, tidak mewakili institusi manapun), presiden Jokowi menanggapi dan menerima kritikan itu dengan hati terbuka dan simpatik.

Presiden mempersilahkan mahasiswa ini turut ambil bagian dalam mengevaluasi situasi yang terjadi di kalangan Suku Asmat Papua. Sikap kritis Ketua BEM UI bukanlah halangan tetapi malah dianggap sebagai dorongan bagi presiden dan pemerintahan Jokowi untuk lebih membuka persoalan serius yang mungkin ada di kalangan Suku Asmat Papua. Sikap terbuka yang tulus!

Walaupun berita dari pedalaman Papua tentang Suku Asmat sudah membantah pernyataan Ketua BEM UI itu, tetapi tidak ada halangan untuk mengevaluasi situasi lebih mendetail dan bermanfaat bagi perubahan dan perkembangan Suku Asmat sendiri. Apalagi kalau ada penemuan baru misalnya dalam soal penggunaan biaya bantuan desa yang dikirimkan oleh pusat ke daerah-daerah.




Pelajar/ mahasiswa bisa pakai tenaga pikir dan fisiknya untuk mengubah dan mendorong perubahan situasi SECARA TERBUKA demi perbaikan situasi apa saja dikalangan rakyat Papua. Kalau ada soal busuk tidak perlu ditutupi, tetapi DIBUKA! Semua boleh buka dan semua berKEWAJIBAN untuk membuka soal busuk apa saja demi tujuan kesejahteraan rakyat.

Jelas memang sikap pemerintah Jokowi dalam menghadapi kecurigaan Ketua BEM UI Zaadit Taqwa itu yang mangacungkan kartu kuning ke Jokowi. Dia ditanggapi terbuka dan simpatik. Jokowi menerima apa saja yang mungkin berguna bagi perubahan dan perbaikan nasib rakyat Papua khususnya Suku Asmat. Tidak ada soal kemanusiaan yang tidak bisa diselesaikan dengan cara KETERBUKAAN.

Marilah sekarang bikin keterbukaan, dan yang ‘geger’ pasti bukan rakyat yang ingin transparansi tetapi hanya segelintir yang masih ingin mempertahankan ketertutupan. Mempertahankan ketertutupan berarti mempertahankan sesuatu yang tidak jujur atau penipuan. Tetapi dalam era aliran informasi bebas ini, semua yang masih ingin ditutupi akan hilang dan terbongkar dalam suasana KETERBUKAAN.

Ayo, Pak SBY. Buka!









Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.