Kolom Muhammad Nurdin: MELAWAN MONOPOLI KEBENARAN ATAS NAMA ISLAM

Saya dan beberapa teman mempunyai keresahan soal ini. Saat kubu gonta-ganti presiden yang sukanya demo berjilid-jilid itu selalu mengatasnamakan Islam dalam tiap pergerakannya. Seolah-olah kebenaran milik mereka. Belum lagi soal pihak-pihak yang ingin mengganti sistem negara kita yang telah menyatukan seluruh anak bangsa di bawah Panji Pancasila. Mereka juga mengatasnamakan islam dan penegakan syariat.

Apalagi soal terorisme dan radikalisme. Ini membuat wajah islam yang ramah dan menyejukkan jadi babak belur karena ulah mereka. Mereka juga mengatasnamakan Islam untuk ini.

Islam tak serusak apa yang telah dilakukan orang-orang kepada Meiliana di Tanjung Balai. Juga tak seberingas seperti yang dilakukan kepada Alvaro di Samarinda. Mereka hanyalah banci-banci berdaster yang berlindung di balik Islam. Atas nama bela agama, bela Islam mereka melakukan tindakan-tindakan diskriminasi dan teror.

Ini menyedihkan. Ini membuat saya dan beberapa teman yang kebanyakan mereka lebih suka berbicara di atas mimbar masjid bertanya-tanya. Apa perlu kita melawan untuk ini? Lantas seperti apa perlawanan yang paling mungkin?

Bercermin dari sejarah Afganistan. Negara ini awalnya sangat moderat. Jarang sekali para wanita memakai burqah (cadar). Para wanitanya terpelajar seperti di negeri ini. Tapi, sekelompok orang (radikal) ingin mengganti sistem negara. Mereka ingin syariat Islam ditegakkan. Mereka ingin “akhlak Islami” semisal wanita tidak boleh keluar rumah diterapkan sebagai hukum yang ketat.

Kebanyakan warga Afganistan yang moderat tak menghiraukan mereka. Kata mereka, toh kelompok ini masih kecil, apa yang perlu dilawan? Akhirnya, mereka mulai menguasai masjid-masjid. Tak ketinggalan sekolah-sekolah. Perkembangan mereka sangat cepat. Bahkan, ketika terjadi perebutan pengaruh antara Amerika dan Soviet pada saat itu.

Kini. Afganistan merupakan sebuah negara muslim yang miskin, kacau, dengan perang saudaranya yang tak berkesudahan. Siapapun tak mau ke sana, kecuali ia ingin mati konyol menjadi bagian dari mujahidin al-Qaeda.

Singkat cerita…
Kita harus melawan. Kita tidak boleh diam. Sebab, dalam konteks ini diam bukan emas.

Oleh karenanya, saya mengajak beberapa teman yang biasa kasih ceramah di atas mimbar untuk turun gunung. Saya katakan, jangan terus ceramah di atas mimbar. Ceramah jugalah di media sosial. Kita lawan monopoli kebenaran atas nama agama. Kira-kira seperti itu ajakannya.

Sehingga…
Kami membuat satu akun yang bernama Islam Rahmah di Facebook. Tujuannya adalah untuk menampung tulisan tentang Islam, dengan spektrum yang lebih santun, ramah, damai dan menyejukkan.

Seiring dengan itu juga, kami mempunyai kesempatan untuk mengelola sebuah website sebagai platform untuk Islam Rahmah yang bernama islamrahmah(dot)id.

Website ini benar-benar non-profit. Penulis-penulis yang sempat nulis di sini mereka adalah relawan yang menyempatkan waktu untuk memberi sedikit warna baru tentang Islam dalam corak lain, yang lebih sejuk dari tetangga sebelah.




Saya berharap. Rekan-rekan yang sempat membaca tulisan ini bisa ikut serta juga dalam membantu kami mengembangkan platform yang masih orok ini.

Salam perjuangan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.