Kolom Nisa Alwis: ZAKAT

Mbaknya manis seumuran dengan saya. Tapi karena beliau ART, saya dipanggilnya ibu. Kerjanya gesit dan rapih. Tipikal mbak-mbak anti ngeluh, ia ramah dan pintar. Anaknya dua, dahulu menikah muda. Yang pertama sudah tamat SMA, adiknya masih SD. Suaminya buruh kasar.

Mbaknya memang asli penduduk di sini, jadi rumahnya di area kebun cukup lega beserta halaman terbuka.

Dia kerja pulang-pergi, sehari pegang dua rumah. Rumah saya pertama, siangnya ke rumah tetangga blok sebelah. Sepulang kerja biasanya dia akan bawa motor mencari rumput ilalang di tanah kosong BSD.

Ia berbinar-binar saat cerita kambingnya yang semula dua, sekarang sudah beranak lagi jadi sembilan. Dia akan pegang uang lumayan saat nanti lebaran haji.

Tiba-tiba saja saya terkenang dirinya yang sekarang sudah almarhum. Ia bekerja untuk saya beberapa tahun hingga sekitar 2012. Saat saya pindah rumah kami berpisah. Namun di suatu malam lebaran ia pernah tiba-tiba datang membawakan serantang ketupat dan opor ayam.

Beliau bilang, bukannya nggak mau sering-sering main ke rumah ibu tapi saya malu. Ah, mbaknya terlalu merendah. Saya pun hadir ke rumahnya saat anak pertamanya menikah. Dalam kesahajaan, nampak kerabatnya gembira berpesta.

2017 terakhir kami bertemu tak sengaja di stasiun kereta. Ia sempat bercerita sambil menggenggam tangan saya tentang kambing-kambingnya juga cucunya yang mulai pintar merangkak. Sampai dua tahun kemudian terdengar kabar dirinya tutup usia karena sakit.

Satu hal yang membuat setiap bulan puasa sosoknya selalu melintas di ingatan saya, dia pernah menolak saat saya beri zakat. Saya kaget… Baru kali ini di hidup saya, seseorang menolak diberi zakat. Biasanya lumrah saja orang menerima zakat sebagai rejeki.

“Ya Allah, ibu. Jangan ke saya, ini bukan untuk saya,” ujarnya saat itu halus, sambil menatap saya dalam-dalam.

Meski saya tidak menyebut namanya, namun saya mengaguminya. Perempuan sederhana dan secara ekonomi mungkin di bawah rata-rata, tetapi ia merasa tak kekurangan dan cukup kaya. Baginya yang berhak menerima zakat ialah mereka yang miskin papa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.