MENURUT GIBRAN, NAIKNYA HARGA CABE KARENA AKHIR TAHUN — Tak Peka Masalah Rakyat

Saat berkunjung ke Pasar Rawasari, Cempaka Putih (Jakarta Pusat) [Minggu 3/12], Gibran Rangkabuming Raka ditanyai seorang ibu bagaimana dia menstabilkan harga-harga di pasar. Kata Gibran menjawab, harga-harga memang naik saat mendekati akhir tahun.

“Nanti di awal tahun sudah akan stabil lagi,” katanya.

Dari cara berkomunikasi, tampak Gibran tidak memahami pertanyaan yang sebenarnya ingin mengetahui strategi apa yang akan dilancarkannya untuk menstabilkan harga-harga di pasar bila dia dan pasangannya memenangkan Pilpres.

Dia mengeneralisasi penyebab naiknya harga-harga di pasar adalah karena mendekati akhir tahun. Memang ada benarnya dia. Tapi, kalaupun ada benarnya, apakah dia tidak punya gagasan bagaimana hal ini di masa depan bisa dihindari sehingga saat mendekati akhir tahun harga-harga di pasar tetap stabil?

Sepertinya dia tidak tertarik membahas hal-hal jelimet seperti itu.

Tayangan lain dari siaran televisi yang sama memperlihatkan Gibran menanyai harga cabe sebelum memesan cabe rawit gunung sebanyak 3 kg yang harganya saat itu Rp. 100 ribu/ kg. Masih di pasar yang sama pada hari yang sama. Sepertinya dia berhadapan dengan harga eceran.

Dari berita televisi yang kami jelajahi, beberapa pedagang mengingatkan sebab kenaikan harga cabe adalah menurunnya barang yang masuk. Kalau kita berkutat pada gejala menjelang Nataru (Natal dan Tahun Baru), maka asumsinya adalah bahwa naiknya harga cabe adalah meningkatnya permintaan.

Dengan asumsi itu, terbayang pula perayaan-perayaan menyongsong Hari Natal dan Tahun Baru yang membutuhkan banyak cabe. Padahal, setelah kami telusuri, penyebab utama dari naiknya harga cabe adalah musim kemarau panjang di Jawa.

Memang sejak dua pekan ini curah hujan mulai tinggi di Jawa, tapi sebelumnya telah terjadi kemarau panjang di sana yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman cabe. Banyak tanaman cabe yang mati kekurangan air. Kalaupun ada yang tumbuh akhirnya gagal panen.

Mengapa cabe merah keriting dan cabe rawit caplak juga melambung di Medan? Begini ceritanya.

Selama ini Batam, Riau, dan Sumatera Barat memasok cabe kebanyakan dari Jawa. Sejak Jawa mengalami pecekelik cabe akibat kemarau panjang itu, daerah-daerah itu meningkatkan pasokan cabe dari Sumut dan Aceh terutama dari Dataran Tinggi Karo (Sumut) serta Takengon dan Blangkejeren (Aceh).

Akibatnya, pasokan cabe ke Medan juga menurun. Apalagi meningkatnya pengiriman cabe ke Batam, Pekanbaru, dan Sumbar telah menaikkan harganya di tingkat petani.

Dari penulusuran ini tampak jelas masalah utamanya adalah cuaca. Para petani Dataran Tinggi Karo dan Aceh Tengah memang menikmati naiknya harga cabe ini, tapi para petani cabe di Jawa melarat akibatnya karena gagal panen. Selanjutnya, konsumen di seluruh Indonesia merasakan akibatnya atas melambungnya harga cabe.

Kita perlu ingat juga kalau cabe merah keriting, bawang merah, dan telur ayam adalah tiga kebutuhan dapur yang paling dekat dengan naik turunnya angka inflasi. Naiknya harga cabe merah keriting akan menaikkan angka inflasi dan, selanjutnya, naiknya angka inflasi akan menaikkan harga barang-barang.

Dari cara Gibran menanggapi kenaikan harga barang-barang di pasar itu, terkesan dia sama sekali tidak tertarik untuk mengetahui isi permasalahan apalagi memahami permasalahan ekonomi rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.