PERBEDAAN DAN HUBUNGAN HARGA CABE MERAH DI INDONESIA — Memikir Kembali NKRI (Bagian 1)

Juara R. Ginting (Leiden) dan Elisabeth Barus (Medan)

Tulisan ini diinspirasi oleh sebuah pertanyaan pembaca SORA SIRULO di fanpage “Seputar Harga Hasil-hasil Tani Indonesia”. Pertanyaannya begini: “Kak, info dong kenapa di Sumut cabe merah turun sementara di kota-kota lain sudah di atas Rp. 30 ribuan? Kami sebagai petani bertanya-tanya kenapa tidak serentak naiknya, tapi kalau turun serentak.”

Kami menilai pertanyaannya dapat dijadikan titik awal dalam menjelaskan perbedaan dan hubungan antar wilayah perdagangan cabe merah.

Untuk memperjelas mengapa kami tertarik atas pertanyaan itu, kami terlebih dahulu membandingkannya dengan sebuah penolakan dari beberapa member sebuah grup facebook cabe yang berbasis di Bengkulu. Mereka menyimpulkan tidak ada relevansinya berita harga cabe di Pasar Induk Medan untuk petani dan pedagang cabe di Bengkulu.

Di pihak lain, akun facebook kami untuk fanpage “Seputar Hasil-hasil Tani Indonesia” diundang menjadi member di grup-grup facebook nasional, Sulawesi dan NTB terkait berita harga sayur (khususnya cabe) dari Medan setiap harinya.

Pasar Roga Berastagi

Sekarang, kami mengajak pembaca kembali ke pertanyaan awal dari pembaca kita, khususnya “kenapa di Sumut cabe merah turun sementara di kota-kota lain sudah di atas Rp. 30 ribuan?”

Terlepas dia benar atau tidak, dari pertanyaannya, jelas si penanya mempercayai adanya keterhubungan (relevansi) naik turunnya harga cabe merah di Medan dengan naik turunnya harga cabe merah di “kota-kota lain”. Memang tidak jelas apa yang dia maksudkan dengan “kota-kota lain”. Apakah sebatas di Sumut, sebatas Pulau Sumatera, sebatas Indonesia Bagian Barat atau untuk seluruh Indonesia?

Dengan kata lain, dia tidak memberi indikasi luas wilayah perdagangan cabe merah yang dianggapnya relevan untuk dibandingkan. Kalau “kota-kota lain” yang dia maksudkan misalnya adalah Pulau Jawa, kita bisa lebih menspesifikasi keterhubungan antara Medan dengan Pulau Jawa yang misalnya dalam memasok cabe merah dari Jawa saat harga cabe merah tinggi di Medan.

Para petani cabe merah lokal sekitar Medan, khususnya Dataran Tinggi Karo, sering sekali menjadi marah ketika harga cabe merah yang tadinya sempat melambung tinggi di Medan tiba-tiba saja turun lagi akibat membanjirnya pasokan cabe merah dari Jawa. Para petani cabe merah sepertinya tidak mau tau beberapa waktu lalu harga tomat dari Dataran Tinggi Karo sempat di atas Rp. 10 ribu/ kg karena besarnya permintaan tomat dari Pulau Jawa.

Jadi, persoalan kita bukan lagi hanya sekedar perbedaan harga dan keterhubungan antara wilayah-wilayah perdaganan cabe, tapi sudah terkait dengan mempertanyakan kembali apa itu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apakah para politisi kita sudah mengelola gejala-gejala seperti ini dengan benar?

Dalam lanjutan tulisan ini, kami akan membahasnya juga bagaimana fenomena seperti ini sudah lama menjadi perhatian utama di dalam Antropologi, sejak mana Antropologi mulai berani membahas Wall Street.

BERSAMBUNG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.