Oleh: Benny Surbakti (Kabanjahe)
Semangat kita bergelora sejak ada gerakan peningkatan jati diri Karo di kuta Medan; bahwa Medan adalah juga Taneh Karo, bahwa orang Karo lah pendiri Kota Medan. Tapi, Kabupaten Karo sendiri tidak pernah terlihat berbuat maksimal meningkatkan budaya dan kesenian Karo. Terutama di tempat-tempat wisata, tidak terlihat kesan yang kental dengan budaya maupun kesenian Karo.
Salah satu contohnya adalah di Penatapen (Doulu). Di sana, yang terdengar setiap hari adalah lagu-lagu disko yang hingar binger. Jauh sekali dari budaya Karo. Mungkin tempat-tempat lain juga demikian. Kita tidak merasa bahwa sedang berada di Taneh Karo.
Lain halnya kalau kita berkunjung ke daerah Jawa. Bahkan di rumah-rumah makan atau restoran disuguhkan lagu Jawa sehingga terasa bahwa kita berada di Jawa. Belum lagi di setiap nama desa, kecamatan atau nama jalan yang ditulis, selain dengan tulisan Latin dalam bahasa Indonesia, di bawahnya pasti ada tulisan berbahasa Jawa dengan aksara Jawa juga.
Sudah saatnya pemerintah dan DPRD Karo memikirkannya untuk membuat Perda tentang ini. Pergunakan masa jabatan anda untuk berbuat sesuatu untuk Taneh Karo Simalem. Jangan-jangan selama anda menjabat, anda tidak berbuat apapun untuk Taneh Karo. Tapi saya percaya anda menjadi pejabat bukan semata-mata untuk mencari kerjaan daripada nganggur.
Betul sekali penyataan pak BS ini. Pillihlah bupati Karo yang akan bikin perubahan dalam soal ini. Pilihlah yang terbuka dalam soal kultur Karo, pentrapannya dan masa depannya di Karo dalam KEARIFAN LOKAL.
Di Medan sudah dipikirkan dan dilaksanakan oleh orang-orang Karo lainnya yang sangat gairah dengan perubahan dan perkembangan Karo dan kulturnya, kembali dengan usaha tak leja-lejanya mengingatkan kembali sejarah kejayaan Karo masa lalu, demi mengarahkan perkembangan Karo di masa depan, renesansi kuturnya dan daerah kulturnya.
MUG