Oleh: Stepanus Purba (Medan)
Beberapa hari lalu, terjadi perdebatan di grup facebook yang beranggotakan orang-orang karo. Perdebatan mereka tentang laki-laki Karo yang menari tidak mengenakan sampan (bahasa Karo untuk sarung). Pihak-pihak yang pro dan kontra memberikan argumen serta foto-foto untuk memperkuat argumen mereka.
Saya mengikuti diskusi mereka dan mencoba mengambil kesimpulan bahwa gaya berpakaian terus mengalami perubahan mode seiring perubahan zaman, dari yang menggunakan daun sebagai penutup badan hingga yang menggunakan merk ternama di era sekarang. Tapi, apakah perubahan gaya berpakaian juga mengubah nilai-nilai kebudayaan di masyarakat?
Mungkin dari gaya berpakaian banyak orang menganalisis kelakuan seseorang, tapi, bukankah itu penilaian subjektif yang perlu diuji kebenarannya?
Lantas, hubungan tulisan ini dengan perdebatan di grup facebook dengan beberapa pertanyaan di atas?
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Melalui pengertian ini, kita melihat perubahan gaya berpakaian itu dipengaruhi oleh sistem gagasan manusia yang mengalami perkembangan, diikuti dengan perubahan tindakan serta perubahan hasil karya.
Perkembangan ilmu pengetahuan manusia menemukan kain dan mengunakan kain sebagai media penutup diri. Demikian juga halnya dengan penggunaan sarung bagi kalangan laki-laki Karo dalam menari. Entah mengapa saya menyakini bahwa, dahulu, laki-laki Karo tidak mengenakan sampan dalam menari. Seiring dipekenalkan sarung ke Suku Karo, maka dengan memakai sarung, dianggap menambah nilai kehamaten di masyarakat Karo, termasuk penggunaan cengkok-cengkok oleh laki-laki Karo di kala pesta atau acara adat Karo.
Apakah dulu laki-laki Karo menggunakannya di dalam pesta?
Terkait menari di kalangan Suku Karo, saya menganggap bahwa pakaian termasuk sarung di dalamnya merupakan aksesoris pendukung kita dalam menari. Poin utama dalam menari Karo adalah bagaimana kita dalam ngendekken tarian itu sesuai dengan irama musik yang berlangsung.
Apakah kita mematuhi aturan dalam menari? Bagaimana cara kita “ngasak” ketika saat waktu untuk “ngasak” tiba? Menurut saya, percuma ketika kita menggunakan pakaian sangat beradat sekalipun tapi ketika menari tidak mencerminkan tarian orang Karo. Lebih baik ketika kita memakai pakaian sopan dalam menari dan tarian kita menunjukkan nilai kehamaten di kalangan Suku Karo.