ETIMOLOGI YANG TERJEBAK ASUMSI KARO BAGIAN BATAK

Tadi saya sampaikan adanya orang mengatakan perhitungan “sada, dua, telu, empat, lima, enem, pitu, waluh, siwah, dan sepuluh” sebagai bukti kita adalah Batak karena dalam Bahasa Batak disebutkan “sada, dua, tolu, opat, lima, onom, pitu, walu, sia, sampulu“. Saya bantah pernyataannya dengan mengatakan kalau perhitungan itu adalah Bahasa Austronesia yang tersebar di Asia Tenggara, Taiwan, Madagaskar, dan Hawai.

Apa masalah?

Masalahnya adalah adanya kecenderungan kita setiap ada persamaan dengan Batak dianggap sebagai bukti bahwa kita juga Batak atau bagian Batak. Selain itu, ruang pencarian asal usul kata, budaya, dan manusia langsung diarahkan ke Batak seolah sudah merupakan sebuah kepastian tidak akan ada asal usul lain selain bagian Batak.

Misalnya kosa kata “tapin” dalam Bahasa Karo. Langsung yang terpikir di benaknya kosa kata “tapian” dalam Bahasa Batak. Dan berhenti sampai di situ. Padahal, baik “tapin” maupun “tapian” sama-sama berasal dari Bahasa Melayu “tepian”.

Di dalam Bahasa Karo dan Bahasa Batak pengertiannya terbatas pada tempat mandi atau sumber air. Bila asal usul kata ini kita batasi pencariannya hanya ke Batak, maka pemahaman kita untuk kosa kata “tapin” dalam Bahasa Karo tidak lebih dari pada tempat mandi dan sumber air yang sama dengan pemahaman “tapian” dalam Bahasa Batak.

Padahal, kalau kita menoleh sedikit ke Bahasa Melayu, kita sadari kada dasarnya adalah “tepi” dengan akhiran “an”. “Tepi” artinya adalah “margin” yang menjadi pembatas antara wilayah daratan dan wilayah genangan atau aliran air.

Dengan menoleh ke Melayu, kita bisa melihat relevansinya istilah “pulo kuta” atau “kerangen pulo” dalam Bahasa Karo sebagai penanda kuta didirikan di daratan yang merepresentasekan sebuah pulo.

Dalam banyak ritual Karo, terutama yang diadakan di tapin kuta seperti halnya Erpangir Ku Lau dan Mbaba Anak Ku Lau, tapin adalah tempat penyeberangan antar pulau atau bisa kita sebut merepresentasekan pelabuhan.

Di situ kita mengerti mengapa John Anderson yang hendak menuju Sunggal dari Kampung Ilir (Tahun 1823), kampungnya Sultan Deli, mengharapkan bisa bersama Sultan Ahmed; anak Penghulu Buluh Cina (belakangan berganti nama menjadi Kejuruan Hamparan Perak) yang bebere Surbakti.

Karena Sultan Ahmed tidak kunjung datang sedang Anderson tidak punya waktu banyak, dia dan rombongannya berangkat ke Sunggal. Tapi penunjuk jalan mengatakan mereka harus menyusuri tepi sungai, tidak bisa jalan darat karena mereka akan diserang Musuh Berngi.

Padahal mereka melakukan perjalanan siang hari, mengapa takut Musuh Berngi? Ini kita bahas di lain kesempatan. Terpenting di sini adalah bahwa hanya orang-orang yang punya asal usul di sebuah kuta Karo yang bisa memasuki wilayah Karo. Sedangkan orang-orang Karo bebas sampai ke pantai.

Sultan Ahmed bisa melewati tapal batas itu karena ibunya berasal dari Sunggal beru Surbakti. Secara virilokal dia memang “anak Buluh Cina”, tapi secara uxorilocal” dia adalah “anak Sunggal” (double locality dan juga double descent). Ayahnya sendiri yang mengawini beru Surbakti tidak bisa melewati tapal batas itu.

——————–

——————–

Akhirnya Sultan Ahmed datang menyusul dan rombongan Anderson naik ke darat dan menempuh jalan darat menuju Sunggal.

Kita bertemu dengan klasifikasi antara Air (lautan) dan Daratan (Pulo). Sungai adalah bagian Air, sedangkan Kuta didirikan di sebuah Pulo, ditandai Kerangen Pulo, yang dikelilingi oleh air. Tapin bukan sekedar tempat mandi atau sumber air, tapi tempat penyeberangan antar pulau alias pelabuhan (port).

Dengan melihat Karo sebagai bagian dari Indonesia as a Field of Anthropological Study kita bisa memperluas dan memperdalam pemahaman kita mengenai kebudayaan kita sendiri.

Jangan terjebak masuk perangkap kepicikan asal usul dari Batak semata. Indonesia tidak hanya seluas Tano Batak, tapi sebuah kepulauan zamrut khatulistiwa.

Jangan terjebak asumsimu sendiri yang tak jelas ujung pangkalnya.

Salam Mejuah-juah!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.