Kolom Andi Syafiah: DEMOKRASI UANG

Jika ditanya model demokrasi macam apa yang dibangun secara konsisten di Indonesia, jawabnya simple: “Demokrasi Uang”. Hanya orang-orang yang punya uang yang punya kesempatan mendapatkan panggung untuk koar-koar. Sementara mereka yang sesungguhnya bisa koar-koar tapi tidak punya panggung karena tidak punya uang.

Inilah kenyataan yang perlu diterima.

Lalu, muncul satu barisan anak-anak muda yang menyebut dirinya kaum “millenial”. Dengan semangat membara ingin mengantarkan Indonesia ke gerbang pintu kemerdekaan yang sesungguhnya. Maka mereka melahirkan satu-satunya cara menggaet manusia-manusia Indonesia terbaik untuk ikut berpartisipasi dalam demokrasi, dimana uang bukanlah satu-satunya alasan, tapi otak yang melahirkan gagasan yang mereka utamakan.

Untuk itulah orang-orang seperti saya tertarik ikut masuk dalam barisan melenial dengan berbagai resiko yang harus siap saya hadapi. Bagi saya, inilah kesempatan terbaik untuk bersuara secara terbuka lewat jalur-jalur konstitusional.

Demokrasi uang harus dirubah menjadi demokrasi gagasan. Pemilu yang 5 tahun sekali menjadi pentas gagasan. Bukan pesta uang yang setelah pesta habis sampah berserakan di mana-mana.

Anda boleh nyinyir sambil salto dengan langkah-langkah kaum “millenilal” tapi mereka paling tidak telah ikut berpartisipasi dalam membangun demokrasi yang bersih, terbuka dan bebas suap. Indonesia jelas membutuhkan lebih banyak anak-anak muda yang punya semangat melakukan perubahan dari pada anak muda yang memilih berdiam diri dalam kamar sambil ngomel-ngomel soal negara tapi pantat tidak bergerak sedikit pun.




Inilah optimisme kaum “millenial”. Soal gagal atau berhasil, bukan menjadi soal. Terpenting, kita berani melawan arus besar yang selama ini dipresentasikan oleh partai politik aliran modal.

#Itusaja!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.