Sejak Peristiwa Kisor, September 2021, setidaknya 5.000 warga Maybrat dari berbagai distrik di kawasan Aifat mengungsi dari kampung-kampung mereka. Dari jumlah itu, Komnas HAM mencatat 138 warga meninggal di pengungsian, karena kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi.
Namun, tidak ada pusat penampungan pengungsi yang didirikan oleh pemerintah atau organisasi non-pemerintah untuk mereka.
Tidak pernah ada tenda-tenda hunian sementara. Mereka menyerak ke berbagai tempat. Para pengungsi Maybrat bertahan hidup dengan cara mereka masing-masing.
Di balik konflik senjata, diduga ada perampasan rumah-rumah dan lahan para pengungsi. Yang paling membuat mereka marah adalah perambahan terhadap hutan milik keluarga mereka selama masa pengungsian.
Di Maybrat, setiap marga memiliki lahan yang dimiliki secara komunal dan turun-temurun. Merujuk pada istilah ‘Papua bukan tanah kosong’, setiap jengkal hutan Papua telah terbagi menjadi milik marga atau komunitas adat.