Kolom Edi Sembiring: TIKTOKERS MENCARI IDOL — Bukan Pemimpin?

Sama seperti Mbahnya, BBM tak ada menyinggung soal HAM di saat kampanye. Berusaha menutupi masa lalu pemerintahan ayahnya.

Pasca pelaksanaan Pemilu tahun 1969 yang penuh kecurangan dan kekerasan, Ferdinand Marcos (ayah BBM) menangkapi tokoh oposisi, aktivis, dan pekerja media. Ini karena pelaksanaan Pemilu berlaku curang.

Majalah Time dan Newsweek Tahun 1969 menyebut Pemilu Filipina waktu itu sebagai paling korup, paling kotor. Diwarnai maraknya politik uang dan penuh kekerasan.

Koran The New York Times tanggal 21 September 1969 menulis, Marcos menguasai Pemilu dengan janji-janji dan uang. Ada istilah guns, goons, and gold. Atau pistol, preman, dan emas untuk menggambarkan Pemilu Filipina pada 1969 yang berada di bawah kekerasan senjata, tekanan premanisme, dan politik uang.

Juga praktek-praktek menekan aparat pemerintahan di tingkat bawah untuk memenangkan Marcos. Bila kalah di daerahnya, maka akan dipecat. Ini mengingatkan praktek-praktek yang dilakukan menjelang Pemilu di Masa Orba.

Keadaan darurat diadakan pada Tahun 1972. Berdasar data Amnesti Internasional dan lembaga-lembaga penggiat HAM, selama rezim Marcos diduga terjadi kurang lebih 3.275 pembunuhan di luar jalur hukum.

Banyak korban penculikan disiksa, kemudian tubuhnya dimutilasi lalu dibuang di pinggir jalan. Tujuannya agar dilihat masyarakat dan menjadi peringatan bagi kubu oposisi.

Meski keadaan darurat diakhiri pada Tahun 1981, Marcos tetap memerintah dengan keras. Berdasar riset media ABS-CBN A Fact Check Life Under Marcos, jumlah korban pelanggaran HAM dalam kurun waktu 1981-1985 mencapai ribuan orang.

Ferdinand Marcos adalah kepala negara terkorup ke dua dalam sejarah. Dan para pengkritiknya ditangkap hingga dilenyapkan.

Marcos Junior (BBM) dalam kampanye pemilihan Presiden Filipina tahun 2022 berulang kali mengatakan, zaman Ferdinand Marcos adalah zaman keemasan Filipina dan rakyat hidup berkelimpahan. Tim kampanye BBM memanfaatkan media sosial, terutama TikTok untuk mendapatkan suara anak muda.

Video yang menampilkan masa kecil BBM yang diiringi lagu viral Doja Cat dan Gwen Stefani “You Right X Luxurious” ditonton jutaan orang. Begitu pula klip retro dari Imelda Marcos yang berpakaian mewah, bertemu dengan Pangeran Charles dari Inggris dengan latar lagu hit “Habits” dari penyanyi pop Swedia Tove Lo.

Video ini berusaha menggambarkan keluarga Marcos sebagai dinasti politik yang membawa kemewahan ala Kennedy dan rasa hormat global kepada Filipina.

Banyak pula video pendek yang menggambarkan Bongbong Marcos sebagai pria yang penuh kasih sayang, dengan ketegasan seperti ayahnya. Tentu ada yang mengkoordinir hingga tiap hari video-video pendek itu disebar hingga sampai ke lapisan bawah. Ini memicu algoritma TikTok untuk mengirimkannya ke lebih banyak pengguna.

Kubu BBM menggunakan media sosial untuk memengaruhi generasi muda yang tidak mengalami ”era gelap” Presiden Ferdinand Marcos (memerintah 1965-1986). Hasilnya, BBM menang besar dalam Pemilu dengan meraih 59 persen suara pemilih.

Video menangisi Mbahnya yang terlihat berdiri ringkih dan kebingungan menjawab pertanyaan-pertanyaan, disebar. Disambut dengan video-video menangis lainnya.

Seakan dua Capres lainnya kejam. Kok bisa? Padahal di Pilpres 2014 dan 2019, Mbahnya terlihat emosian.

Ya… karena dari awal, Gemoy dan Samsul sudah mencitrakan dirinya lutju dan santuy. Joget-joget, bagi susu dan coklat. Dan lihat saja baliho-baliho besar dengan wajah tanpa gagasan.

Kita ini sedang memilih idol atau pemimpin, siih?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.