Kolom Eko Kuntadhi: GUE PAKAI GAMIS, APE LO?! APE LO?! (Sirulo TV)

Di Indonesia ini, jika orang sudah menggenakan seragam baju koko putih, apalagi bergantian ria dengan kopiah putih, ia termasuk golongan yang terbebas dari hukum. Saya sering mendapatinya di jalanan. Para lelaki memakai pakaian takwa. Naik motor dengan stelan orang Arab. Tidak pakai helm. Polisi tidak akan menangkapnya. Mereka seperti bebas hukum jalan raya.

Wong, sudah pakai gamis. Mana berlaku hukum dunia.

Anak-anak muda berkendara dengan jenis pakaian yang sama. Membawa bendera hitam bertuliskan tauhid. Polisi tidak mungkin menilangnya. Helm hanya berlaku bagi pengendara lain. Sementara gerombolan ini dibebaskan mau berbuat apapun juga.

Gamis, bro. Ini gamis. Emangnya polisi mau dosa kalau menilang mereka?

Topeng kreasi anak-anak Sanggar Seni Sirulo dalam sebuah penampilannya di Hotel Danau Toba Internasional, Medan.

Kemarin habis reuni 212 di Monas. Segerombolan orang dengan pakaian yang sama naik KRL. Seperti biasa, di KRL ada aturan gerbong khusus perempuan. Coba saja Anda yang lelaki masuk ke gerbong itu, Satpam akan mengusirnu.

Tapi, jika kamu rombongan memakai gamis, aturan seperti itu gak berlaku. Mau gerbong perempuan, kek. Mau gerbong khusus kuntilanak, kek. Mereka gak peduli. Kalau mereka mau naik, terus kamu mau apa?

Satpam mau marah? Dasar Satpam sesat!
Perempuan yang di gerbong itu mau ngomel? Mereka anti Islam!
Kamu yang membaca berita tersebut mau ngedumel? Lu, pasti PKI!
Polisi mau melarang? Antek komunis tuh, polisi!

Mereka seperti Superman. Ketika menggunakan pakaian biasa, kekuatan Superman tidak terlihat. Tapi kalau sudah membuka baju dan kostum superhero yang tampil, kekuatannya mengalahkan hukum alam.

Sama seperti orang-orang ini. Jajal saja mereka pakai kaos oblong, lalu naik motor tanpa helm. Hukum lalu-lintas berlaku untuknya. Polisi akan menilangnya. Jajal saja mereka pakai kemeja biasa, naik kereta di gerbong perempuan, bakal diusir ramai-ramai.




Akan berbeda kalau mereka pakai baju koko putih atau gamis dengan kopiah putih. Siapa yang berani? Hukum tidak berlaku kepada mereka. Di mana pun, mereka selalu menyorongkan wajahnya: Ape lu, ape lu?!

Apalagi jika mereka sambil membawa bendera tauhid. Mana ada yang berani. Kalau mereka iseng, ketika lampu merah menyala, bisa saja mereka tetiba sholat berjamaah di tengah jalan. Menggelar begitu saja.

Supir gak berani menjalankan mobilnya. Kemacetan mengular. Jajal saja bila supir itu berani menggerakkan kendaraannya sedikit, agar bisa lewat. Sementara mereka belum selesai sholat.

“Heh! Lu menista agama, ya?! Orang lagi sholat digangguin!”

“Ya, bapak sholatnya di jalan. Harusnya di masjid, dong.”

“Eh, kami itu mayoritas. Bisa berbuat apa saja. Dasar penista agama!”

Nah, mampus kan lu. Dituding penistaan agama hanya karena mau menggeser kendaraan sedikit saja.

Coba jajal orang memakai pakaian biasa berteriak memaki-maki pejabat. Kemungkinan besar orang itu berurusan dengan aparat. Tapi kalau mereka pakai gamis. Pakai kopiah putih, ada perasaan bebas dari hukum. Bisa bertindak apapun juga.




Lihat Bahar Smith. Pas pakai gamis dan kopiah putih, dirinya merasa jauh di atas hukum. Ia enteng saja menghina kepala negara dengan kalimat kotor. Lihat Sugi, kalau pakai baju Koko bisa ngomong sembarangan. Lihat Tengku Zulkarnaen, kalau sudah memakai gamis bebas ngetwit apa saja. Mau bicara bohomg atau songong. Bebas. Lihat Ahmad Dhani, kalau sudah teriak Allahuakbar, bisa menistakan siapa saja. Lihat Jonru kalau sudah memakai jenggot bisa menyebar fitnah ke mana saja.

“Jadi, di Indonesia ini, hukum tidak pandang bulu. Yang dipandang hanya gamis,” tutur Abu Kumkum.

Pantas. Belakangan ini aku lihat Kumkum gemar memakai gamis warna pink dengan motif bunga-bunga.

“Kum, itu gamis apa daster, sih?”







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.