Kolom Eko Kuntadhi: SANDI, ANAK BAWANG YANG NGEBET BERKUASA

Kata Prabowo, orang yang punya uang bisa berkuasa di Indonesia. Sepertinya omongan itu ditujukan pada Sandiaga Uno. Sandi memang menggapai kekuasaan dengan modal duit. Dia tahu, politik butuh duit. Politisi juga banyak yang mata duitan. Ketika mau naik jadi Wakil Gubernur Jakarta, Sandi yang bertindak jadi bandar biaya kampanye. Kata Prabowo, untuk jadi Gubernur dengan paket hemat minimal biayanya Rp 300 milyar.

Entah berapa sesungguhnya biaya yang dikeluarkan oleh Sandi.

Kini Sandi melepaskan kursi Wagub. Dia ingin jadi Wapres mendampingi Prabowo. Andalannya duit lagi. Menurut Andi Arief, untuk dapat sokongan PKS dan PAN, Sandi nyogok partai-partai itu masing-masing Rp 500 milyar. Sandi membenarkan dengan alasan untuk biaya kampanye.

Prabowo memilih Sandi juga bukan karena pertimbangan lain. Misalnya, karena kemampuan atau kualitas. Orang tahu setelah gagal Pilpres berkali-kaki dana Prabowo cekak. Nah, Sandi dianggap bisa menyelesaikan persoalan dana tersebut. Entah dari mana asalnya. Jadi, meskipun dari satu partai, dipaksakan juga Sandi maju.

Sebagai pengusaha, Sandi berfikir akan mudah meminta bantuan sesama pengusaha untuk menunjang biaya kampanyenya. Meskipun kekayaanya Rp 5 trikiun lebih, gak mungkin kampanye Pilpres dibiayai dari kantong pribadi.

Nyatanya, respon pengusaha adem tidak seperti yang diharapkan. Duit yang diharapkan mengucur, seret. Wajar saja. Pengusaha juga rasional. Mana mau mereka habis-habisan membiayai kandidat yang elektabilitasnya kacrut.

Komitmen pembiayaan dari pengusaha yang diharapkan positif mengalir ke Sandi, hasilnya justru mengecewakan. Kalaupun ada komitmen pencairan, paling sekadar untuk menjaga relasi saja.

Suasana itu membuat partai-partai mulai gerah. Di akar rumput nama Sandi mulai digoyang. Kader PKS di beberapa wilayah menolak Sandiaga. Sandi sendiri pernah bicara bahwa para pendukung gerakan ganti presiden lebih mendukung Anies ketimbang dirinya.

Wajar. Masuknya Sandi ke kursi Cawapres bukan karena prestasinya sebagai politisi. Bukan karena keberhasilannya membangun Jakarta. Posisinya seperti murid anak orang kaya yang tidak lulus tes masuk PTN, lalu mendapatkan kursi karena nyogok pihak rektorat. Plus komitmen untuk membiayai beberapa kebutuhan kampus.

Lalu, ada momentum Asian Games. Rakyat Indonesia bangga dengan keberhasilan even olahraga tersebut. Ada banyak orang yang dianggap arsitek keberhasilan Asian Games. Salah satunya Wisnutama CEO Net TV. Dialah yang menjadi otak di balik acara pembukaan yang dipuji dunia itu.

Nama Wisnutama jadi buah bibir.

Kebetulan pada 2016 Wisnutama pernah membuat vlog bersama Sandi. Dia memuji Sandi sebagai anak muda yang sukses. Tapi sekali lagi vlog itu dibuat 2016, jauh sebelum Sandiaga maju jadi Cawagub. Apalagi jadi Cawapres.

Video itu kini sedang diviralkan seolah menjadi dukungan petinggi Net TV itu kepada Sandi sebagai Cawapres. Padahal mah, Jaka Sembung bawa jaket. Gak nyambung, kampret!

Tapi mau gimana lagi. Pasar sedang jeblok. OK-Oce yang dibanggakannya di Jakarta mandeg. Banyak mini marketnya yang bangkrut. Sandi sepertinya butuh meyakinkan publik bahwa dia hebat. Tapi siapa yang percaya?

Sebagai pengusaha bidang keuangan yang terbiasa merekayasa angka-angka di atas kertas mungkin saja dia jago. Tapi, pemimpin Indonesia bukan sekadar urusan utak-atik angka. Bukan urusan berapa biaya dan berapa untungnya. Bukan urusan bagaimana menutup kerugian, menaikkan angka di neraca, atau menyulap angka-angka menjadi mengkilap.

Rakyat Indonesia butuh kemajuan yang riil. Butuh makan dan kesejahteraan yang nyata. Bukan kemajuan di atas kertas seperti sebuah proposal yang ditawarkan kepada investor. Para pengusaha juga tahu, di politik, Sandiaga ini cuma anak bawang. Belum ada prestasinya.

Dia jadi petinggi di Gerindra karena duitnya. Jadi Wagub Jakarta karena duitnya. Sekarang jadi Cawapres juga karena duitnya. Bukan karena kualitas dirinya.

Pengusaha ogah untuk ikut patungan. Alamat nanti saat Pilpres bakalan cekak. Sebab gak mungkin Sandi membiayai kampanye semuanya dari kantong sendiri. Partai pendukung mulai deg-degan gak bisa menikmati pesta Pilpres. Tapi petinggi mereka sudah terjebak dengan isi kardus.

Di tengah keraguan orang, Sandi terus bergerak. Video lama diviralkan agar publik terkecoh. Dia juga serius mencari perhatian ke emak-emak.

Sasarannya adalah emak-emak berjilbab yang teriak ‘rahim gue anget’ kalau melihat cowok ganteng. Atau yang berkomentar ‘ovarium gue meledak’ saat berjumpa cowok kinyis-kinyis. Dia juga mensasar pecinta sinetron yang mengukur keberhasilan seseorang cuma dari gelimang duitnya. Soal asalnya dari mana, gak menjadi soal.

Tapi sekali lagi, di politik, Sandiaga termasuk anak bawang yang punya libido politik besar. Ketika mau naik jadi Gubernur dulu juga elektabikitasnya jeblok. Makanya akhirnya Anies yang disorong. Sandi menapaki karir politiknya dengan duit.

Kebetulan Sandi satu partai dengan Capres yang meyakini kalau mau jadi pemimpin di Indonesia butuh duit banyak. Jadilah dia dipilih sebagai Cawapres.

Entahlah, kepada ‘investor’ yang mana Indonesia akan ditawarkan oleh Sandi. Sebab, yang pasti, kampanye Pilpres itu butuh duit. Butuh bandar.

“Mas, kalau ada proposalnya Sandi saya mau lihat, dong. Saya mau ikut investasi. Kalau dia menang, kan, saya bisa minta konsesi monopoli perdagangan minyak telon,” ujar Abu Kumkum.

“Kalau kalah gimana?”

“Ya, saya lepas bisnis minyakku, minyak telon maksudnya. Saya akan fokus ke bisnis gas. Jualan jamu tolak angin.”



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.